Lihat ke Halaman Asli

Tanti Rizkian Sari

Curious Person

Kampus, Tak Seindah Suguhan Sinetron

Diperbarui: 11 Juli 2017   12:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mahasiswa. Siapa yang tak kagum ketika mendengar kata mahasiswa. Sebuah nama yang begitu diagungkan oleh pelajar-pelajar di seluruh dunia. Hampir semua pelajar begitu mengangankan predikat sebagai mahasiswa. Maha yang artinya agung atau besar, mendefinisikan bahwa mahasiswa adalah predikat yang memiliki status tertinggi diantara para siswa.

Seluruh kalangan siswa berbondong-bondong mengikuti tes masuk ke perguruan tinggi, entah itu perguruan negeri atau swasta, entah masuknya secara murni atau "lewat belakang", entah harus merantau atau pulang pergi, entah dan entah, hanya untuk mendapatkan status mahasiswa. Begitu hebatnya daya pikat kata mahasiswa.

Menjadi mahasiswa adalah pintu terakhir secara formal untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Memang diluar dari perguruan tinggi kita dapat mencari ilmu dimana saja dan kapan saja. Namun perguruan tinggi tidaklah sehebat, seasik, dan sesantai seperti yang diangankan oleh para siswa yang masih duduk di bangku sekolah. Fenomena-fenomena kehidupan kampus yang dilihat mereka hanya sebatas kulitnya saja, dan sebagian besar kehidupan kampus layaknya syurga mereka dapatkan melalui sinetron di televisi.

Memang, karena mahasiswa adalah tingkat teratas dari predikat pelajar mengharuskan sistem pembelajaran juga lebih ditingkatkan dan lebih sukar. Tetapi disini penulis ingin menekankan bahwa dunia perkuliahan tidak seringan layaknya yang terbayang di otak-otak para siswa.

Banyak anggapan-anggapan bahwa dunia perkuliahan adalah syurga para mahasiswa untuk bermalas-malasan. Jadwal perkuliahan tak tentu, dosen semaunya tak masuk, dapat menitip tanda tangan kehadiran, absen semaunya, berpakaian sebebas-bebasnya, penamilan seadanya bahkan tata krama tak diindahkan. Fenomena-fenomena seperti ini selalu menjerat pikiran-pikiran hampir seluruh pelajar.

Dunia perkuliahan benar-benar menuntut kita untuk mengikuti alur pembelajaran dosen. Tidak ada kata sebentar, mampu atau tidak seorang mahasiswa harus mengikuti alur tersebut. Apabila gagal pada suatu mata kuliah maka harus mengulang di tahun depan. Di dunia kampus, kita akan berjumpa dengan beranegaragam karakter, rupa, gender, status, suku, ras, etnis, agama, dan berbagai macam perbedaan-perbedaan lainnya yang sama-sama memiliki tujuan. Disini, sikap toleransi benar-benar dituntut untuk diwujudkan. Dari keberagaman tersebut kita akan mampu berbaur dan bersatu untuk mewujudkan tujuan yang sama-sama ingin dicapai.

Perjuangan mahasiswa bukan hanya berfokus pada akademik saja, namun mahasiswa juga harus berjuang bagaimana memahami watak dari dosennya. Terkadang mahasiswa yang memiliki intelektual tinggi namun tidak mampu memikat kesan baik dari dosen maka sama saja mahasiswa tersebut tidak akan diperhatikan oleh dosennya.

Terlalu banyak kesan-kesan berbeda dari syurga yang diangankan para pelajar dari dunia perkuliahan. Dan mereka akan merasakan sendiri ketika mereka memiliki predikat sebagai mahasiswa.

Hidup mahasiswa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline