Seperti diketahui bersama pada dekade 2000-an peranan komputer yang dilengkapi teknik multimedia dan jalur internet semakin meningkat sehingga media ini diprediksi akan menjadi perangkat dominan dalam kehidupan manusia pada era sekian tahun mendatang.
Istilah cyber sastra dapat ditelaah pengertiannya berdasarkan asal usul kata. Cyber, dalam bahasa Inggris tidaklah berdiri sendiri, melainkan terjalin dengan kata lain seperti cyberspace, cybernate, dan cybernetics. Cyberspace berarti ruang (berkomputer) yang saling terjalin membentuk budaya di kalangan mereka. Cybernate, berarti pengendalian proses menggunakan komputer. Cybernetics berarti mengacu pada sistem kendali otomatis, baik dalam sistem komputer (elektronik) maupun jaringan syaraf. Dari pengertian ini, dapat dikemukakan bahwa cybersastra adalah aktivitas sastra yang memanfaatkan media komputer atau internet (Enraswara, 2006:182).
Sastra cyber atau sastra siber adalah segala kegiatan sastra yang menggunakan komputer atau internet sebagai media penyalurannya atau dapat disebut juga sebagai karya sastra yang dihasilkan dan dipublikasikan melalui medium internet atau teknologi informatika.
Tahun 1990-an merupakan tahun lahirnya sastra siber seiring dengan muncul, tumbuh, dan berkembangnya dunia internet di Indonesia. Sejak saat itu, muncul berbagai komunitas sastra siber dengan memanfaatkan teknologi situs, mailing list, blog, dan lain-lain.
Belakangan ini sedang populer istilah sastra cyber atau cybersastra. Tidak lain, hal ini dipengaruhi oleh meluasnya jaringan internet ke penjuru dunia tepatnya terjadi sejak tahun 2001 di mana internet mulai meluas secara perlahan. Pada saat itu, budaya internet sedang berkecambuk di Indonesia. Dengan adanya internet tersebut, mulai muncul banyaknya cybersastra.
Munculnya cybersastra telah memberikan peluang besar kepada pekerja seni untuk dapat mengeksplorasi karya mereka lebih luas lagi dengan media penyalurannya tersendiri.
Selain itu, cybersastra juga disebut-sebut telah menabuh 'gong besar' dalam fenomena dunia sastra, khususnya dunia sastra di Indonesia. Hal ini dapat terjadi karena cybersastra mampu menembus dan menjebol dinding-dinding sastra yang selama ini dikenal cenderung 'inklusif' bagi para penulis pemula.
Media cyber atau teknik multimedia banyak dimanfaatkan dalam perkembangan sastra Indonesia dan sampai saat ini makin menampakkan peningkatan yang signifikan. Meskipun demikian, perkembangan itu terjadi secara perlahan, stabil, dan mantap. Hal tersebut disebabkan oleh tersebar luasnya peran mesin pintar di Indonesia belum mendominasi dan belum menjadi sesuatu hal mayoritas jika dibandingkan dengan penggunaan internet di seluruh dunia yang mencapai percepatan peningkatan yang cukup drastis.
Kehadiran cybersastra atau sastra cyber ini benar-benar menjawab atas kegelisahan para pekerja seni, terutama penulis atau sastrawan pemula. Hadirnya sastra cyber memberikan peluang besar bagi mereka untuk dapat menyalurkan karya seni nya ke media yang lebih luas sehingga jangkauan penikmat seni yang dituju pun lebih luas lagi.
Kehadiran sastra cyber atau cybersastra ini dimanfaatkan sebagai wadah penyalur segala bentuk inspirasi karya seni bagi para pekerja seni, khususnya para penulis yang menjadi tonggak awal dan baru dalam kehadiran dunia sastra yang bersifat 'bebas' tidak mengenal ruang, waktu, bahasa, dan mendobrak sekat-sekat negara. Hal ini dapat terjadi karena hanya memerlukan beberapa detik, tulisan yang dimuat akan terekspose ke seluruh belahan dunia.
Dengan hadirnya sastra cyber, secara tidak langsung, dapat memberikan sinyal akan hadirnya era baru dalam 'matinya sastra cetak'. Walaupun begitu, hal tersebut tidaklah sepenuhnya besar.