Lihat ke Halaman Asli

Tan Taufiq

Young Activist and Social Entrepreneur

Dampak Isu Uighur terhadap Perekonomian Tiongkok

Diperbarui: 28 September 2024   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Shandong Meija Group, yang diduga menjadi salah satu perusahaan yang dimasukan ke dalam daftar hitam Amerika Serikat. Sumber: SeafoodSource 

Beberapa tahun belakangan, isu Uyghur menjadi primadona dikalangan masyarakat Internasional. Isu Uyghur di Xinjiang telah menjadi perhatian masyarakat internasional, isu Uyghur ini menarik sorotan terhadap praktik pemerintah Tiongkok yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia secara sistematis. Penahanan massal, pengawasan ketat, dan pembatasan kebebasan beragama merupakan beberapa praktik yang dikritik secara luas. Namun, dampak dari isu ini tidak hanya terbatas pada aspek kemanusiaan; perekonomian Tiongkok juga merasakan konsekuensi yang signifikan.

Seperti yang kita ketahui, Tiongkok merupakan negara adidaya dalam sektor perekonomian. Kemajuan perekonomian Tiongkok yang cukup pesat, menjadikan Tiongkok sebagai kekuatan politik dan militer yang baru. Tidak jarang, dengan kemajuan perekonomiannya, Tiongkok banyak terlibat didalam persolan perpolitikan domestik di beberapa negara. Namun, dengan adanya isu Uyghur yang selalu diangkat pada forum internasional ini, memberikan dampak yang cukup signifikan bagi Tiongkok. Tidak hanya dampak hubungan Tiongkok terhadap beberapa negara di dunia, akan tetapi juga memberikan dampak pada perekonomian Tiongkok.

Adapun, beberapa dampak yang didapatkan oleh Tiongkok yakni sanksi internasional atas tindakan represif Tiongkok terhadap etnis Uyghur. Sanksi internasional ini menjadi dampak yang paling dirasakan oleh Tiongkok, negara-negara seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa telah memberikan sanksi terhadap perusahaan ataupun individu yang terlibat langsung atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok terhadap etnis Uyghur. Terdapat beberapa sanksi yang diberikan yakni larangan perjalanan, pembekuan aset, serta membatasi perdagangan barang-barang yang datang dari Xinjiang.
Beberapa perusahaan, telah dimasukan kedalam daftar hitam oleh beberapa negara, salah satunya seperti Amerika Serikat. Menurut data dari Radio Free Asia, Amerika serikat telah mendaftar hitamkan 3 perusahaan asal Xinjiang tersebut, yang diduga turut melakukan praktik pelanggaran hak asasi manusia. Perusahaan-perusahaan tersebut telah melakukan kerja paksa dan memperbudak masyarakat Uyghur Xinjiang.

Dampak dari perdagangan barang-barang yang dihasilkan ataupun datang dari Xinjiang ini memberikan dampak yang cukup signifikan, karena Xinjiang merupakan produsen dan pengekspor kapas terbesar di dunia, sanksi yang diberikan ini tentu sangat mempengaruhi industri tekstil global. Penurunan permintaan atas kapas yang dihasilkan dari Xinjiang ini tentu membuat adanya keterlambatan pertumbuhan ekonomi lokal, selain itu tentu memberikan dampak kerugian yang besar bagi petani dan produsen kapas di Xinjiang.

Isu Uyghur juga memberikan dampak minat pariwisata asing ke Tiongkok, dengan meningkatnya perhatian masyarakat internasional terhadap isu Uyghur, hal ini membuat banyak wisatawan asing menghindari Tiongkok sebagai tujuan wisata mereka. Penurunan minat wisatawan asing ini memberikan dampak yang cukuo signifikan  pada sektor pariwisata Tiongkok, sedangkan sektor pariwisata ini menjadi salah satu pilar utama dalam pertumbuhan perekonomian Tiongkok. Sektor wisata di Tiongkok tidak hanya menyumbang pada perekonomian Tiongkok secara langsung, akan tetapi menyumbang untuk menciptakan lapangan kerja yang luas untuk masyarakat lokal. Namun, dengan berkurangnya minat wisatawan asing ini membuat banyak masyarakat lokal kehilangan pekerjaan mereka. Sehingga, hal ini memberikan dampak yang buruk bagi perekonomian lokal.

Selain itu, isu Uyghur membuat Tiongkok pada posisi ketidakstabilan dalam sosial dan politik. Dengan adanya permasalahan ini, menciptakan ketegangan etnis di Tiongkok, hal ini membuat banyaknya protes dan kerusuhan di Tiongkok. Dampaknya, banyak negara ataupun perusahaan asing yang mundur untuk berkerja sama ataupun berinvestasi di Tiongkok, karena banyak yang menganggap bahwa kondisi di Tiongkok akan tidak aman dan akan menganggu lingkungan bisnis. Mereka juga mengevaluasi resiko reputasi mereka jika bekerja sama dengan Tiongkok yang masih terlibat dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Uyghur.
Beberapa perusahaan asing juga telah menarik operasional perusahaan mereka di wilayah konflik tersebut, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghindari dampak negative dari penilaian publik, dan bertujuan untuk menghindari mendapatkan sanksi internasional. Oleh karena itu, dampak investasi asing ini memberikan dampak yang sangat besar untuk perekonomian di Xinjiang maupun pada perekonomian Tiongkok secara keseluruhan.

Respons Tiongkok dalam Menghadapi Dampak dari Isu Uyghur
Dengan banyaknya dampak yang didapatkan akibat dari isu Uyghur, Pemerintah Tiongkok tentu tidak hanya tinggal diam melihat dampak-dampak yang telah dirasakan. Terlebih, eksistensi Tiongkok yang sedang naik di panggung internasional sebagai negara adidaya dalam perekonomian dan militer, Tiongkok tentunya telah menyusun beberapa langkah untuk memperbaiki keadaan dan citra nya di panggung internasional. Meskipun, lawannya adalah negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa.

Langkah pertama adalah dengan memperbaiki citra Tiongkok melalui media, media diminta untuk terus meliput pembangunan infrastruktur dan fasilitas-fasilitas publik yang dibangun di wilayah Xinjiang. Dengan tujuan, bahwa semua yang dituduhkan kepada Tiongkok atas tindakan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Uyghur merupakan disinformasi yang telah diberikan oleh media barat. Branding media ini bertujuan untuk menunjukan bahwa di wilayah Xinjiang tidak seburuk dan serumit yang diberitakan oleh media barat, dan menunjukan bahwa Pemerintah Tiongkok tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Melainkan, hanya melakukan peningkatan keamanan publik dengan menggunakan kamera pengawas dan pendeteksi individu. Sedangkan untuk kamp, bukan merupakan kamp penahanan massal akan tetapi merupakan kamp pendidikan ulang yang orang-oranng didalamnya secara suka rela untuk melaksanakan pendidikan ulang yang dibuat oleh Tiongkok. Tidak ada paksaan, maupun penculikan untuk dapat menempati kamp tersebut. Dengan adanya branding media ini cukup memberikan pengaruh baik, untuk memperbaiki citra Tiongkok pada masyarakat internasional.

Langakah selanjutnya, Tiongkok membantah atas penandatanganan Uyghur Human Rights Policy Act (UHRPA) yang dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Bantahan Tiongkok disampaikan di Beijing, dengan melalui pernyataan resmi bahwa Tiongkok dengan tegas membantah adanya UHRPA. Karena, Tiongkok melakukan pengawasan dan mendirikan kamp pendidikan ulang bukanlah merupakan pelanggaran hak asasi manusia, ataupun islamofobia dan pembersihan etnis. Akan tetapi, merupakan sebuah upaya Pemerintah Tiongkok dalam memerangi tindakan ektremisme, separatisme, radikalisme, dan terorisme.
Tiongkok juga berupaya mendatangkan tokoh-tokoh internasional untuk melihat langsung keberadaan dan situasi di Xinjiang, upaya ini dilakukan untuk membuktikan kepada masyarakat internasional mengenai kamp pendidikan ulang, dan menunjukan bahwa Pemerintah Tiongkok tidak melakukan kekerasan ataupun penindasan kepada etnis Uyghur. Akan tetapi, Pemerintah Tiongkok justru memberikan perhatian terhadap seluruh masyarakat di Xinjiang, khususnya etnis Uyghur, melalui pembangunan infrastruktur yang pesat.

Dampak isu Uyghur terhadap perekonomian Tiongkok adalah multifaset dan saling terkait. Dari sanksi internasional hingga ketidakstabilan sosial, setiap aspek isu ini memiliki konsekuensi yang luas bagi pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Sementara, Pemerintah Tiongkok berusaha untuk mempertahankan stabilitas dan kontrol, tantangan yang ditimbulkan oleh isu ini dapat menghambat potensi pertumbuhan ekonomi jangka panjang negara tersebut. Dalam menghadapi tekanan internasional, Tiongkok harus menemukan keseimbangan antara kepentingan ekonominya serta tanggung jawab terhadap hak asasi manusia. Jika tidak, dampak negatif dari isu Uyghur ini akan terus berlanjut dan memperlambat pertumbuhan ekonomi Xinjiang maupun perekonomian Tiongkok secara garis besar. Masa depan ekonomi Tiongkok sangat bergantung pada bagaimana negara ini menangani isu-isu sensitif seperti Uyghur dalam konteks global yang semakin terhubung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline