Lihat ke Halaman Asli

Meminta Pendukung Prabowo Berhenti Berbicara, Menggantang Asap

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Layaknya Soekarno yang dipuja-puji dan dikecam saat beliau menjadi  presiden, seperti itu pula Soeharto. Dipuja lalu kemudian sebagian mengecamnya. Sebagian yang lain mungkin membencinya.

B.J. Habibie juga mendapat perlakuan serupa. Dipuja juga didebat  dan dipertanyakan beberapa kebijakannya.

Gus Dur dengan segala kelebihan dan kelemahannya sebagai manusia dalam kedudukannya sebagai presiden juga tak lepas dari pujaan dan kecaman.

Megawati dengan kebijakan pemerintahannya dalam menjual beberapa aset negara mendapatkan kecaman yang tak usai hingga sekarang.

Sby tak urung mendapatkan perlakuan serupa. Nyaris sepanjang pemerintahannya ia mendapatkan sorotan tajam atas segala yang ia lakukan. Terlebih jika itu terkait dengan hobby berkesenian dan responnya yang cepat jika issue yang menimpanya terkait urusan keluarga.

Semua presiden mendapatkan perlakuan itu. Padahal bahkan rakyat Indonesia, pemilih mereka, tak benar-benar terpecah dua seperti pada pemilihan presiden yang lalu.  Maka Jokowi harus legowo mendapatkan perlakuan serupa.  Bersiap untuk mendapatkan kritikan yang mungkin jauh lebih hebat,  46% lebih rakyat negeri ini tak menginginkannya jadi presiden.

Jika kini disaat bahkan Jokowi belum dilantik, segala perkataan dan perbuatannya sudah menjadi sorotan, itulah konsekuensinya. Sorotan ini akan sangat instens dan mungkin akan Jokowi alami sepanjang masa pemerintahannya.

Akan sia-sialah jika meminta pendukung Prabowo  berhenti berbicara tentang pemilihan pilpres lalu, terlebih di saat ini. Pertama, karena pilpres ini belum lama berlalu. Masih sangat hangat dalam ingatan. Kedua, tak mudah meredam suara hampir separuh rakyat Indonesia yang punya keyakinan bahwa Prabowo lebih mampu membawa negeri ini ke arah yang lebih baik. Ketiga, menurut survei ---sekali lagi, menurut survei--- tingkat rata-rata pendidikan pemilih Prabowo lebih baik dibandingkan tingkat pendidikan rata-rata pemilih Jokowi. Meminta orang yang kategorinya "berpendidikan" untuk tidak lagi menyuarakan apa yang diyakininya benar, serupa menggantang asap. Sia-sia.  Yakinlah, jika Jokowi kalah, maka saat ini pendukungnyalah akan terus menyuarakan adanya kecurangan seperti issue awal yang dibangun oleh tim sukses Jokowi dan dibentangkan dalam spanduk kampanye yang lebar. Karena di media-media sosial yang setiap orang bebas menyuarakan pikirannya, tingkat pendidikan pendukung Jokowi dan pendukung Prabowo berada dalam level yang sama.

Maka nikmati saja semua seleweran sorotan atas semua laku dan kata Jokowi. Tak perlu dirisaukan, semua presiden mengalaminya sepanjang waktu pemerintahan mereka.

Bersabarlah Jokowi, bersabarlah pendukung-pendukungnya. Lima tahun adalah waktu yang singkat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline