Lihat ke Halaman Asli

Peta Pilpres 2019 Setelah Anies Menyatakan Tetap di Jakarta

Diperbarui: 30 Juli 2018   21:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Kompas.com)

Spekulasi tentang posisi Anies Baswedan dalam Pilpres 2019 mulai menemui titik terang sesudah Gubernur DKI Jakarta itu menegaskan, pekan lalu, akan fokus mengurus Jakarta. Keputusan Anies cukup melegakan bagi pendukung setianya pada Pilgub DKI Jakarta. Bayangkan saya, mereka sudah berjuang keras menjungkalkan Ahok, lalu sesudah menang, Anies memilih bertarung lagi di Pilpres 2019 tanpa sempat merealisasikan janji kampanyenya.

Di sisi lain, Anies bisa menghindari pertarungan melawan Jokowi di Pilpres 2019. Status sebagai mantan tim sukses dan menteri Jokowi mungkin tak terlalu membebaninya. Tapi jangan lupa, Anies juga merupakan tokoh aktivits 98 yang menumbangkan Orde Baru. Beban itu tak bisa dikesampingkannya begitu saja dengan bersedia, misalnya, menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.

Pada Pilpres 2014 lalu, Anies secara terbuka menyatakan ketidaksukaannya kepada Prabowo karena merupakan bagian dari Orde Baru. Videonya masih bisa Anda cari di YouTube.

Pada Pilgub DKI Jakarta, pilihan pragmatis Anies untuk berkoalisi dengan Prabowo masih bisa ditoleransi. Toh, dia bersanding bersama Sandiaga Uno, yang bukan bagian utama dari Orde Baru. Bisa dibilang, dalam Pilgub DKI Jakarta, Anies hanya memanfaatkan dukungan Prabowo untuk tiket maju saja

Pertanyaannya, apakah keputusan Anies untuk tetap di Jakarta itu sudah final?

Menurut saya, belum. Masih ada kemungkinan Anies maju di Pilpres 2019. Syaratnya, Prabowo Subianto gagal mendapatkan cawapres. Saya melihat kecenderungan Anies untuk enggan maju bersama Prabowo, tapi mungkin akan sangat tergoda jika Prabowo sekadar menjadi King Maker untuk Anies.

Tentu, ini bukan pilihan mudah juga. Pendukung fanatik sudah kadung berharap Prabowo maju dalam Pilpres 2019. Jika batal maju, perolehan suara Partai Gerindra bisa terancam dalam Pemilu Legislatif nanti. Dan demikian juga sebaliknya, ada juga risiko Prabowo akan kembali kalah jika maju melawan Jokowi.

Di sisi lain, keinginan Prabowo untuk menggandeng Anies sebagai cawapres juga terganjal dukungan PKS. Kita tahu, PKS getol menawarkan 9 kadernya untuk mendampingi mantan Danjen Kopassus itu. Prabowo sendiri tak bisa memaksakan kehendak karena ia butuh dukungan PKS agar bisa mencalonkan diri dalam Pilpres 2019. Karena itulah, kita melihat bagaimana dia berupaya menggandeng Partai Demokrat akhir-akhir ini.

Sejauh ini, kita belum tahu apakah Prabowo akan tetap maju atau oposisi akan menyodorkan nama lain. Yang jelas, survei beberapa lembaga menunjukkan, belum ada tokoh lain yang popularitasnya bisa mengalahkan Prabowo untuk dicalonkan menjadi lawan Jokowi.

Menurut saya, daripada memaksakan Anies sebagai cawapres, dan justru mengancam kesolidan koalisi oposisi, lebih baik Prabowo menggandeng tokoh terkemuka dari partai koalisinya. Misalnya Agus Harimurti Yudhoyono, Zulkifli Hasan atau Ahmad Heryawan. Dengan demikian, mereka bisa menjaga soliditas internal untuk menyongsong Pilpres 2019 yang pasti akan sengit. Di saat yang sama, warga Jakarta bisa merasakan perubahan di bawah Anies-Sandi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline