Ketika game menemukan jalur internet, maka game online berubah menjadi ruang untuk mencari kawan dan jodoh.
Dalam semesta rekaan bernama game online, para pemain biasanya berinteraksi dengan sesama pemain lain untuk menyelesaikan misi tertentu, melakukan barter item atau jasa tertentu terkait permainan, atau membahas strategi hingga drama seputar game yang mereka mainkan.
Karena itulah setiap hari para gamers berkomunikasi dalam komunitasnya, melalui platform komunikasi seperti discord, viber, atau forum-forum. Interaksi antar pemain game merupakan bentuk komunikasi dan politik layaknya seperti di dunia nyata. Strategi dan negosiasi sangat penting jika ingin bertahan lama dan meraih kemenangan dalam game online.
Dalam interaksi itulah, saya merasakan adanya objektifikasi perlakuan terhadap gamers perempuan. Gamers perempuan terkadang masih dianggap sebagai pemanis atau pemeriah suasana. Kemampuan bermain tentu saja tidak bergantung pada jenis kelamin. Namun hal tersebut kadang tenggelam oleh pola pikir bahwa gamer perempuan tidak cukup kuat jika tidak didukung pemain laki-laki lain.
Akibat dari bias pandang ini salah satunya melahirkan fenomena gamer laki-laki menyamar sebagai perempuan dengan menggunakan avatar (tampilan identitas karakter dalam game) perempuan. Fenomena yang telah ada cukup lama ini sering disebut sebagai hode.
Biasanya pemain menjadi hode agar dianggap sebagai perempuan dan menarik perhatian pemain lain untuk mensponsori item (gift) yang dapat meningkatkan kekuatan, peringkat, dan gengsi dalam game. Namun, bukan berarti gamers perempuan memiliki keistimewaan posisi dan selalu diuntungkan karena hal ini.
Gamers perempuan sering menerima pesan pribadi maupun membaca pesan yang tidak membuat nyaman di ruang obrolan publik. Salah satunya karena avatar game yang dipandang sebagai objek seksual, hingga penggunanya diimajinasikan memiliki rupa sama dengan avatar. Cukup lazim menemukan ragam ekspresi mesum acak saat bermain game, seperti komentar yang mengobjektifikasi tubuh perempuan (Contohnya "Wah, dadamu besar dan seksi bikin mata seger"), bahkan menyebut avatar sebagai bahan masturbasi.
Gamers juga menggunakan istilah chicken, pussy, untuk menjatuhkan mental lawan, sementara istilah--istilah tersebut secara peyorasi memiliki makna sangat negatif terkait perempuan.
Saya juga banyak melihat gamers Indonesia memiliki beberapa kebiasaan bercanda yang tidak peka terhadap etika dan privasi. Dalam banyak pikiran orang Indonesia seperti tertanam bahwa perempuan merupakan objek seksual yang rapuh, membutuhkan perlindungan, penakut, dan berbagai perspektif misoginis lainnya. Hal itu mempengaruhi cara mereka membicarakan dan memperlakukan perempuan dalam game online.
Contohnya ada gamers Indonesia yang gemar menyebutkan bagian alat kelamin untuk mengejek, ataupun menganggap itu lucu. Ada yang gemar membicarakan, mencandai, atau menggunakan kata "janda".
Media Tirto pernah mengungkapkan stereotip negatif terhadap janda telah mengakar selama puluhan tahun di Indonesia. Berbagai judul film, lagu, dan buku yang menggambarkan janda sebagai perempuan penggoda, genit, perusak rumah tangga, dan haus seks.