Pemerintah berencana mengenakan pajak pertambahan nilai atau PPN atas barang bahan pokok (sembako) dan jasa pendidikan. Ada tiga opsi tarif untuk pengenaan PPN barang kebutuhan pokok, salah satunya adalah diberlakukan tarif PPN umum sebesar 12 persen. Pemerintah mengklaim, penerapan tarif PPN final menjadi alternatif untuk memudahkan pengusaha kecil dan menengah. Rencana ini tertuang dalam draf revisi kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan atau RUU KUP.
Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, dalam penyampaiannya di media sosial Twitternya, menyatakan "Wancana kenaikan tarif PPN mendapat respon cukup hangat. Ini hal positif karena kesadaran akan pentingnya pajak semakin tinggi. Pajak adalah pitar penyangga eksistensi negara. Saya perlu berbagi konteks yang lebih luas agar kita dapat mendudukan semua wacana secara jernih".
Yustinus Prastowo, meluruskan soal penerapan pajak sembako dan jasa pendidikan. Ia mengatakan wacana ini tidak akan membebani masyarakat kelas bawah, karena wacana penerapan pajak sembako dan jasa pendidikan hanya berlaku pada komoditas tertentu.
Wacana tersebut banyak menuai kritik dari masyarakat yang merasa keberatan karena dapat membebani hidup rakyat. Saat ini masyarakat sudah susah karena dampak dari pandemi Covid-19 yang membuat masyarakat kekurangan ekonomi karena adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), ditambah halnya dengan adanya PPN pada sembako dan jasa pendidikan ini menimbulkan kesulitan di kalangan masyarakat.
Hal ini dapat menimbulkan dampak sosial pada masyarakat yang memicu terjadinya peningkatan kemiskinan masyarakat di Indoneisia. Jika barang kebutuhan pokok (sembako) maka dapat terjadinya turunnya daya beli, pendapatan masyarakat juga menurun hingga terjadi penurunan konsumsi.
Kemudian pada sektor pendidikan hal ini dapat merugikan bangsa Indonesia, karena jika biaya sekolah naik anak-anak yang ada dikalangan menengah ke bawah akan mengalami kesulitan dalam anggaran sekolahnya sehingga menyebabkan terjadinya putus sekolah.
Hal ini tentu sangat merugikan karena pendidikan sangat penting. Kemudian sekolah swasta terancam tutup hal ini sangat dirugikan. Oleh sebab itu pemerintah harus lebih efektif dan melakukan evaluasi terhadap kebijakan ini untuk pendapatan negara, sehingga tidak menyebabkan banyak kerugian pada masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H