Lihat ke Halaman Asli

Ada Apa dengan DPR dalam Revisi UU 22/2007?

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pembahasan draf revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum yang dibahas Komisi II DPR RI menjadi sajian berita Kompas beberapa hari ini. Sebagaimana isi berita yang tersaji, proses rancangan revisi UU tersebut mengalami jalan buntu dan terkesan untuk dimentahkan tatkala perdebatan soal keterlibatan partai politik dalam keanggotaan lembaga penyelenggara pemilu masih belum deal.

Ignatius Mulyono dari Fraksi Partai Demokrat yang juga Ketua Badan Legislasi memberi sinyal pembatalan pembahasan draf revisi UU tersebut jika tak ada kata sepakat, dan meminta untuk menggunakan UU sebelumnya, yakni, UU 22/2007 tersebut (Kompas 22/9). Jelas saja usulan ini mendapat penolakan dari anggota fraksi lain di Komisi II yang menginginkan diteruskannya pembahasan rancangan revisi UU tersebut karena dianggap sudah memiliki beberapa kemajuan.

Sangat menarik untuk mencermati proses pembahasan darf revisi ini mengingat begitu ngototnya parpol untuk tetap terlibat dalam keanggotaan penyelenggara pemilu meskipun parpol sangat menyadari kalau mereka adalah pemain dalam pemilu sehingga tak adil apabila mereka juga menjadi wasit dalam permainan itu sendiri. Dua dari sembilan fraksi, yakni, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Amanat Nasional memang masih tetap pada pendapatnya agar keanggotaan lembaga penyelenggara pemilu, baik KPU, Bawaslu maupun DK KPU berasal dari kalangan independen dan mengikuti aturan lama di mana minimal lima tahun tidak terlibat atau tidak lagi menjadi anggota partai politik.

Jalan tengah memang sudah diambil komisi ini di mana parpol hanya akan dilibatkan dalam Dewan Kehormatan (DK) Komisi Pemilihan Umum (KPU) saja. Namun untuk hal lain seperti Panitia Seleksi KPUdiserahkan kepada pemerintah. Sedangkan keikutsertaan parpol dalam keanggotaan KPU dan Bawaslu masih belum mendapatkan titik temu.

Inilah yang coba saya komentari dalam tulisan ini. Mengapa parpol begitu ngototnya untuk terlibat dalam keanggotaan lembaga penyelenggara pemilu, apalagi ketika kesepakatan untuk terlibat di keanggotaan DK KPU sudah dianggap sebagai solusi.

Jika ingin mengambil jalan terbaik bagi penyelenggaraan pemilu ke depan, parpol sebagai peserta pemilu tidaklah seharusnya berambisi untuk masuk sebagai anggota salah satu lembaga penyelenggara pemilu. Dan tidaklah seharusnya perdebatan untuk penyempurnaan UU ini terkonsentrasi pada persoalan terlibat atau tidaknya parpol dalam keanggotaan lembaga penyelenggara pemilu saja, agar jaminan penyelenggaraan pemilu yang jurdil dan luber terlaksana sesuai harapan. Semoga fraksi-fraksi di Komisi II DPR RI ini dapat berpikir lebih jernih lagi untuk masuk ke ranah pembahasan yang lebih substantif daripada mengedepankan pertimbangan politis semata. Harapan akan penyelenggaraan pemilu yang lebih baik di tahun 2014 tentunya terletak pada kualitas rancangan revisi UU ini untuk selanjutnya diimplementasikan dengan sebaik-baiknya. Vox Populi Vox Dei...!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline