Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua siswa penyandang disabilitas, kecerdasan laten, atau bakat khusus untuk berpartisipasi dalam proses belajar mengajar di lingkungan pendidikan bersama siswa lainnya (Permendikbud No.70 Tahun 2009).
Program Pendidikan Inklusif merupakan salah satu amanat dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif, Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.
Program pendidikan inklusif bertujuan untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan pendidikan yang optimal bagi anak berkebutuhan khusus dan menjamin hak mereka atas pendidikan yang sama dengan anak lainnya.
Pendidikan inklusi di Indonesia saat ini menjadi salah satu pendekatan penting dalam mempertemukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal dalam lingkungan yang sama. Namun, pelaksanaannya tidak luput dari berbagai tantangan yang memerlukan perhatian khusus. Berikut adalah pandangan seorang psikolog anak, dalam wawancara eksklusif yang telah dilakukan, mengenai tantangan dan solusi dalam sistem pendidikan inklusi yang sedang diterapkan di Indonesia.
Tantangan di Sekolah Inklusi
Sekolah inklusi tidak hanya memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama anak-anak normal, tetapi juga menghadirkan tantangan besar, terutama dalam hal adaptasi. Baik siswa berkebutuhan khusus maupun siswa normal perlu beradaptasi dengan lingkungan belajar yang campuran. "Misalnya, anak tunarungu akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan siswa normal. Interaksi ini tentu membutuhkan waktu dan usaha dari kedua belah pihak," jelas Putri Mega, M.Psi, Psikolog.
Selain itu, fasilitas fisik di banyak sekolah inklusi juga belum memadai untuk kebutuhan khusus siswa. "Sarana prasarana seperti huruf braille untuk tunanetra atau aksesibilitas untuk tunadaksa sering kali masih terbatas. Hal ini perlu segera diperbaiki agar semua siswa dapat belajar dengan nyaman," tambah Putri Mega, M.Psi, Psikolog. Dengan demikian tantangan yang sering dihadapi sekolah inklusi yaitu pemahaman dan sikap yang belum merata dikalangan masyarakat tentang pendidikan inklusif, keterbatasan pengetahuan dan keterampilan guru dalam memberikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus, sarana dan lingkungan sekolah yang belum sepenuhnya aksesibel bagi anak berkebutuhan khusus.
Kesiapan Tenaga Pengajar dalam Menghadapi Pendidikan Inklusi
Guru merupakan salah satu unsur terpenting dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. Hasil dan keberhasilan pendidikan tergantung pada motivasi guru. Persiapan guru merupakan kunci keberhasilan penerapan pendidikan inklusif. Kesediaan seorang guru dalam mendampingi anak berkebutuhan khusus meliputi: 1) kemampuan guru dalam menyusun strategi pembelajaran; 2) Penerimaan guru untuk mengajar anak berkebutuhan khusus.3) mengembangkan keterampilan profesional, dan 4) membangun hubungan kolaboratif antara guru reguler dan guru khusus (D.Myers, 2013).
Dalam melaksanakan pendidikan inklusif, guru harus mempunyai keterampilan menjadi agen pembelajaran. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005, Pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa keterampilan guru mencakup keterampilan pedagogik, personal, profesional, dan sosial. Keterampilan gurunya profesional dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam mengajar anak berkebutuhan khusus. Selain itu, guru inklusif harus memiliki keterampilan untuk mengembangkan perangkat penilaian pendidikan khusus, menyediakan fasilitas layanan khusus, dan memberikan pengajaran berkelanjutan yang mendukung perkembangan anak berkebutuhan khusus (Mudjito, 2012).
Namun, tantangan terbesar yang dihadapi para guru adalah kurangnya pelatihan. "Setiap kebutuhan khusus memerlukan pendekatan yang berbeda. Misalnya, anak dengan keterbatasan kognitif memerlukan pengulangan materi, sedangkan anak tunarungu membutuhkan guru yang bisa berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Sayangnya, pelatihan untuk guru pendamping khusus ini masih terbatas di Indonesia, karena hanya ada ketika diselenggarakan event - event tertentu," ujar Putri Mega, M.Psi, Psikolog.