Tidak bisa dipungkiri, "konflik" horizontal di masyarakat yang terjadi akhir akhir ini, sedikit banyaknya timbul karena fatwa yang diterbitkan MUI terkait penistaan agama dan larangan menggunakan atribut natal. Mungkin juga ada pihak yang sengaja ngipas ngipasi sehingga menyebabkan situasi lebih panas.
Apa yang ada dibalik keputusan pengurus MUI menerbitkan fatwa itu hanya mereka yang tahu. Rasanya natal kali ini lebih heboh dari tahun sebelumnya, terasa lebih menakutkan dan tidak nyaman.
Di belahan bumi lain, perayaan natal tampak semarak seperti yang lalu. Bahkan di kawasan timur tengah, tidak ada sedikitpun tampak unsur kebencian apalagi aksi sweeping oleh ormas lokal yang merasa dirinya sebagai pemilk surga. Lewat berbagai media kita bisa tahu mereka semua santai aja menyikapi perayaan natal ini, tanpa merasa kawatir "kapling surganya" direbut orang kristiani. Majelis Ulama setempat juga tidak mengeluarkan fatwa aneh aneh terkait atribut natal atau penistaan agama. Tampaknya mereka tidak punya minat untuk ngurusin yang gitu gituan.
Yang menjadi pertanyaan ialah mengapa majelis agama disini kok beda sendiri? Merasa punya otoritas mutlak untuk menentukan hukum ini itu?
Ssaya sungguh ingin tahu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H