Seraya sekata-kata bermatra dalam puisi untukmu
Kau bukan separuh hidup lagi sebuah kematian
Telah bertalu tifa masjid berpapasan hembusan angin
Memanggilmu dalam lantunan nyanyian ayat suci
Seraya memadukan jemari dalam setangkup ingin
Kau bukan separuh hidup lagi sebuah kematian
Membiking gelisa tak henti-hantinya
Lalu rindu pun muntah pada gersangnya harapan
Ialah menginginkan jemari lentikmu membelai
Kau bukan separuh: ia keutuhanku
Dalam masa kebaktian pada Cinta yang satu,
Boleh jadi: diri seperti menjelma wisynu
Dalam tiap kedekatan brahma.
Aku penunggu bulan
Menari sembari menggerayangi ilusi tubuhmu
Seakan katup suara
Mata tiada berkedip, lalu terngiang lantunan puisimu
Kau yang menjadi keutuhan harapan
Telah datang bulan penuh kegembiraan
Menyatukan mata air berbeda pada satu aras samudra
Ketika datang: karang tersenyum, begitu pun ombak;
Bernyanyi riang tiada henti.
Sempat pun waktu menjatuhkan pandang
Pada yang satu, aku bersimpuh
Dalam kerinduan cinta tak hentinya
Padamu yang menutup diri dalam hijab
Di atas tanah sang sultan
Tak usah kau ragukan Cinta;
Elia punya cara untuk menyatukan kita
Maha suci yang tak berprasangka
Sampailah kau dan aku padanya
Kau yang menjadi kesempurnaan diri
Penyatuan akan Cinta
Yang datang tiada henti itu
Manjidakn kau dan aku, Berwali padaNya.
Senyumlah kasih, Tuhan telah memelukmu
Dalam sembahyang pun Ia mengecup
Setelahnya aku
Datang pada dewa-dewi menutup hari dalam restu.
Ambon, May 2019