Lihat ke Halaman Asli

Tanah Beta

Mahasiswa Semester Akhir pada IAIN Ambon

Perkara

Diperbarui: 8 September 2018   02:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis. (Dokpri)

Oleh: Tanah Beta

"kemana kepercayaan itu yang datang bersarang lalu pergi seenaknya saja? haruskah begitu setelah berlarut mengendap pada pikiran!"

begitu cepat pertanyaan itu melesat dari mulut seorang kawan bagaikan anak panah meninggalkan sarang setelah ditarik lalu dilepaskan tuannya dan tertancap---bertenger bunyi---pada telinga mungil Beta. rasanya itu pertanyaan yang perlahan meruntuhkan pendirian atas segala ucapan yang pernah Beta dirikan dalam diri.

hari itu masih begitu perawan, belum disetubuhi kokok ayam, apa pula sengat Matari. daun-daun pun masih berlumur embun. iya! waktu yang masih gelap sekalipun hawa sejuk menyejukkan. tapi pertanyaan itu begitu melesat ketika kami duduk bersama, bercerita---berdiskusi berbagai hal, entah pengetahuan---hasil bacaan kami---, entah pula menggunjing teman.

dia memulai dengan berbicara soal filsafat yang memang begitu sulit Beta pahami, tapi perlahan-lahan Beta coba sesuaikan dengan hasil baca yang pernah Beta lakukan. dan pertanyaan itu datang bukan tanpa sebab. hanya terhadap perkara yang pernah Beta buat untuk memecah tawa beberapa kawan lain: Rian, Dani, dan sari, ketika duduk di sebuah halaman depan gedung berlantai satu.

"pernahkan membaca pikiran Plato" pekiknya ketika berhadapan dengan Beta.

"Beta pernah mendengar nama, hanya saja belum tahu seperti apa isi kepala itu orang"

"dia seorang filsuf Yunani yang menjadi murid Socrates; dia memiliki pemikiran yang cukup cemerlang"

"siapa lagi Socrates ini" membatin tanpa ada suara.

Plato seorang filsuf yang mengajarkan ilmu pengetahuan kepada seorang filsuf juga---yang pada saat itu masih menjadi muridnya. dia begitu bijaksana; kebijaksanaannya diambil dari gurunya Socrates, bahkan ia pernah mengajari muridnya untuk menjadi lebih bijaksana dari pada dirinya.

Beta hanya tertegun dalam ketidakpahaman soal perkara itu, tak ambil pusing, dan bahkan tak ingin mengetahui perkara Plato dan nama-nama lain berkaitan itu. hanya membiking buyar isi kepala. walau sesekali bertanya dalam diri. maka untuk itu Beta lebih memilih diam dan mendengar ocehan kawan itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline