Lihat ke Halaman Asli

Tanah Beta

Mahasiswa Semester Akhir pada IAIN Ambon

Tentang "Kata"

Diperbarui: 4 September 2018   02:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Baca pribadi. (Foto Adam Makatita)

Oleh: Adam Makatita
MENULIS ITU PEKERJAAN MENGABADIKAN DIRI DALAM KATA

Semua orang memang tahu apa itu "kata". Tapi tidak pernah merasakan bagaimana sepadan "kata" menjadi setumpuk makna.

Seperti beberapa orang lain yang memulai kata tanpa mengtahui sederat rasa dari "kata", bahkan untuk memberi satu kesatuan pada "kata" mungkin saja kepala menjadi keblinger dan bingung.

Orang-orang selalu mempermasalahkan "kata" lewat bunyi-bunyi semisal bendil---senapan panjang yang tertarik pelatuk---membuncahkan suara gema memenuhi ruang bebas tanpa batasan dinding-dinding: itu ada pada panggung-panggung politik. Adalah tempat orang-orang yang senang dan acap memainkan "kata" menarik lirikan para awam, memenuhi kepala mereka dengan segumpal "kata" untuk meyakini segala kebutuhan ingin.

Sementara Beta dan beberapa orang merasa itu hal bobrok dan bodoh yang dilakukan pemain panggung itu. Memainkan "kata" hanya untuk membodohi diri itu merupakan lelucon sepanjang jagat "Bumi manusia".

Lalu kami lebih memilih menundukan kepala, menyentuh setumpuk kata yang belapis-lapis---memandangi "kata" sembari ber-"kata" dengan lelaki yang pernah terdengar namanya lewat mulut orang-orang dekat---senior dan teman-teman yang sering berdiskusi.

Rasanya menggelitik ketika sedang mencari "kata" lalu terdengar orang-orang bodoh itu mencibir soal "kata" begitu basi---membahas hal tetek-bengek kenegaraan, padahal sulit untuk ujung telunjuk menyentuhnya. Iya! Politik itu "kata" bodoh jika salah dipergunakan "orang-orang gila" menurut Abdur. Hanya memainkan "kata" ketika musim itu datang, dan setelahnya diam jika hasrat lima tahun terpenuhi.

Beta dan beberapa orang itu kemudian tak lagi menggubris soal tetek-bengek, remeh-temeh yang itu benar-benar mencipta keblinger dan bingung dungu itu. Makanya kami lebih memilih bermain dengan sunyi lalu menunduk mencari "kata" dari ucapan-ucapan Pramoedya, Mustafa Chamran, serta tumpukan "kata" lain lewat mulut-mulut cendikia, sastrawan dan pemikir lain.

Boleh jadi "kata"-"kata" itu kemudian terkumpul dan membuncah segumpal bunyi kalimat dari mulut Pram "Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri" tapi bukan untuk memainkan "kata" dalam usaha membuncit kan kerakusan diri---memenuhi kebutuhan pribadi.

Maka marilah berusaha mencari "kata", dengan usaha ber-"kata" tanpa harus memikirkan "kata" seperti para politisi mengumbar "kata" di atas panggung kebohongan publik itu. Lalu setelah menemukan kata, Maka MENULISLAH.

Ambon, September 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline