Siang itu matahari sepenggalah. Aku tengah mempersiapkan diri beraktifitas diluaran. Tepatnya menghadiri event literasi di Perpustakaan nasional. Gawai yang belum sempat aku masukkan dalam tas bergetar lebih dari satu kali pertanda ada panggilan telepon masuk. Layar memunculkan foto lukisan perempuan menggendong anak, ada tulisan Pelajaran, yang sepertinya ada kalimat dibawahnya yang terpotong. Kang TS, demikian nama pemilik nomor itu tersimpan dalam memori gawai.
Kompasianer yang juga mantan Jurnalis kawakan ini salah satu yang kerap bercakap lewat panggilan suara, dibandingkan chat WA. Aku pun langsung mengusap layar hape untuk lekas menjawab panggilan darinya
"Ya kang" seperti biasa,kalimat itu selalu aku ucap sebagai pembuka
Biasanya disusul dengan pertanyaan lagi dimana? dengan suara khasnya.
Namun siang itu sungguh tak biasa. Aku mendengar suara tangisan perempuan dari seberang sana. Pemilik suara itu aku kenali betul. Mbak Nani, istrinda kang Thamrin Sonata.
"mbak tami...mbak tami" berulang mbak nani memanggilku sembari menangis
"Pak Thamrin sudah tidak ada" kalimat yang sulit aku terima begitu saja
Lemes dedes begitu orang jawa menyebut kondisi saat aku mendengar kalimat dari mbak Nani selepas dia memanggil namaku
"Ya allah mbak..."tak banyak kata yang bisa aku ucap
Tangisku pecah seolah tak ingin membiarkan tangisan mbak Nani tidak sendiri.
"mbak dimana" tanyaku