"Berbukalah dengan yang manisss...." jika kalimat yang berirama itu muncul di layar kaca televisi anda, berarti sebuah pertanda puasa telah tiba. Hal ini juga menjadi tafsir yang pertama atas kalimat diatas. Sepintas tampak menjadi jargon iklan yang berhasil nancep di hampir semua kalangan penikmat minuman manis. Padahal yang berasa manis itu banyak dari mulai gula, buah, roti dan lain-lain.
Tapi framing iklan tersebut seolah menjadikan berbuka dengan yang manis mengarah pada produk minuman saja. Untuk tafsir satu ini patut diacungi jempol karena melekat di benak masyarakat dan bisa menjadi penanda waktu datangnya bulan puasa.
Tafsir kedua menyangkut berbukalah dengan yang manis,kerap dikaitkan dengan sunah nabi. Sebetulnya sunah itu meneladani cara hidup nabi ketika berbuka puasa dengan menyantap kurma.
Hadis tersebut disebut dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu . Terjemahan dari hadis tersebut seperti yang dikutip dari liputan 6 .com kurang lebih artinya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan ruthab (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air. (HR. Abu Daud no. 2356 dan Ahmad, 3/164, hasan shahih).
Ya kebetulan saja kurma berasa manis,maka tafsir pertama merasa terdukung oleh tafsir sunatullah tersebut. Padahal dalam tafsir kedua, jelas-jelas disebut jika tidak ada kurma maka cukuplah berbuka dengan air putih.
Tanpa ada syrup, es teh apalagi kopi susu. Adapun kurma memang diyakini memiliki manfaat untuk menjaga stamina selama bulan puasa. Nah sayangnya generasi milenial zaman sekarang jika disuruh memilih antara berbuka dengan kurma atau dengan produk minuman berasa manis? karena terbentuk framing iklan dan kepraktisan serta unsur kekinian maka sebagian besar cenderung memilih berbuka dengan produk kemasan minuman manis.
Nah, tafsir ketiga ini bisa dibilang agak nyeleneh. Anggap saja ini tafsir inisiatif saya atas kelimat berbukalah dengan yang manis. Bukan tanpa sebab, maghrib tadi saya berbuka dengan beberapa kompasianer di kawasan Grand Indonesia. Menu Minuman manis dan kurma jelas tersedia. Namun ada satu hal yang mungkin bagi sebagian kalangan cukup menikmati saat berbuka. Bagaimana tidak? lha wong hadir perempuan-perempuan manis sebagai narasumber sekaligus moderator. Sssst...sssttt saya juga hadir lho.
Singkat kata bertemulah dua perempuan manis dari sekian perempuan manis yang ada. Kami pun berfoto bersama untuk mengabadikan betapa manisnya kami yang telah menemani sebagian admin Kompasiana dan beberapa kompasianer berbuka puasa.
Jadi sudah berbuka puasa dengan yang manis juga kan sore tadi bersama saya dan mbak Cindy Sistyarini, salah satu new Anchor Kompas TV yang manis?. Khusus tafsir ketiga ini butuh selera humor dalam menginterpretasikannya ya. Salah tafsir bisa repot kami yang merasa jadi perempuan manis ini.
Tafsir pertama, semua orang pasti bisa melakukannya, begitupun tafsir kedua meski tidak semua kalangan menjadikan kurma sebagai hidangan berbuka. Sementara untuk tafsir ketiga ala saya,hanya segelintir orang saja yang berkesempatan untuk mendapatkannya. Berbukalah dengan yang manis bersama saya dan mbak Cindy tentunya. Masih ada yang mau menerapkan tafsir ketiga?
Saya siap meluncur untuk bergabung berbuka puasa bersama, namun maaf tidak bersama mbak Cindy tentunya. 1 perempuan manis cukuplah dirasa,jika ditambah lagi perempuan manis lainnya,takut kadar manis berbuka puasanya over. Tidak baik bagi kesehatan. ahhahahah hanya sebuah humor ramadlan. Smeoga tidak mengurangi kekhusyukan kita dalam menunaikan ibadah puasa yang sudah memasuki minggu kedua