Tidak terasa suka cita perayaan Natal bagi segenap umat Kristiani telah berlalu. Ada keistimewaan tersendiri pada Natal 2018, tahun yang menjadi ambang masuknya penetrasi politik nasional. Seolah memantapkan diri di area kontroversi, Prabowo Subianto salah satu kandidat Presiden pada Pilpres 2019 nanti secara terbuka merayakan natal bersama keluarga besarnya. Hal ini akan menjadi rekaman sosial lengkap dengan sekian jejak digitalnya.
Tidak ada yang salah dengan Prabowo terlebih keluarga besarnya yang notabene memeluk agama Protestan bahkan sebagian menjadi Katholik. Pun Prabowo yang hingga saat ini masih memeluk Agama Islam. Bukankah Indonesia adalah bangsa besar yang selama ini menjunjung tinggi semangat perstuan dan kesatuan meski banyak perbedaan yang menjadi latar belakang? Disinilah istimewanya.
Masyarakat belakangan cukup tercengang dengan sebagian pendukung Prabowo. Mereka adalah pendukung yang sedemikian mengagung-agungkan panji "Islam" minim toleran pada mereka yang berbeda keyakinan. Kafir manjadi label yang sedemikian mudahnya dilekatkan pada muslim sekalipun yang memiliki adab diluar nalar dan kebiasaan mereka. Islam versi mereka pun cenderung jauh dari kata Rahmatalil Alamin.
Kini, Realitas ada di depan mata. Koalisi politik menyatukan mereka untuk mengusung Prabowo Sandi yang justru pada Natal 2018 turut bersuka cita bersama keluarga besarnya. Mungkinkah mereka tidak menyangka sebelumnya bahwa Prabowo Subianto lahir dan bertumbuh di kalangan keluarga Nasrani? Sekali lagi, dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada keluarga Nasrani dimanapun berada, tentu ini sebuah mukjizat.
Sungguh, menyangkut keyakinan terhadap suatu agama, bukanlah hal yang patut untuk dipertanyakan terlebih dipertentangkan. Termasuk ketika Prabowo memilih menjadi seorang muslim. Disinilah terasa mukjizat itu nyata. Keluarga besarnya masih menerima Prabowo dengan penuh suka cita merayakan natal ditengah keluarga.
Sementara di luar sana, ribuan bahkan klaim ratusan ribu mereka yang kerap menghujani perbedaan keyakinan bahkan mahzab dalam sesama keyakinan mereka konon tengah menyiapkan kemenangan politik bagi Prabowo dengan cara ala mereka.
Suka cita natal Prabowo bersama keluarga besarnya mampu membungkam sekian pekik takbir yang biasa menggema tatkala massa hadir dalam kemasan Ijtima Ulama hingga reuni 212. Atribut perayaan natal sungguh jauh dari sentuhan nilai yang diimani oleh mereka yang berada pada barisan penentu "surga" dan "Neraka" dengan mudahnya.
Dan kini suka cita natal bagi segenap saudara yang merayakan telah berganti dengan gegap gempita perayaan malam tahun baru. Sempat beredar di beberapa lokasi baliho yang berisi pesan seakaj memvonis perayaan malam tahun baru cenderung disamakan layaknya ritual sekte terlarang saja.
Ya, kontroversi dan kondisi yang sekarang terus dipertentangkan dengan pemahaman agama versi sebagian pendukung Prabowo memang seolah memasang garis demarkasi antara jalan surga dan jalan neraka.
Padahal jika kita mau berkaca pada jejak masalalu, Prabowo yang menghabiskan masa remajanya di luar negeri sana tentu sudah tidak asing dengan new year-eve party. Belum lagi saat Prabowo menjadi menantu Soeharto, merayakan tahun baru tentu bukanlah hal tabu.
Lantas, ketika natal berlalu dan berganti dengan perayaan tahun baru, di mana sosok calon presiden kontroversial itu? Di manapun Prabowo merayakan tahun baru, para pendukungnya kini telah tersiram oleh damai natal yang ditebarkan sendiri oleh sentuhan keluarga Prabowo.