Camilan berwarna kuning keemasan berbentuk batangan ini leleh begitu menyentuh lidah. Rasanya manis sedikit asam. Ada sedikit rasa sejuk dan aroma khas. Konon, panganan ini telah ada sejak legenda lama yang diangkat dalam roman sejarah serat Centhini.
Brem merupakan camilan legendaris yang kerap menjadi buah tangan atau oleh-oleh khas Madiun. Terbuat dari bahan utama air sari tape ketan. Pembuatannya terbilang masih tradisional. Namun keberadaan Brem sebagai panganan khas mampu bertahan lima generasi hingga saat ini.
Desa Kaliabu, Kecamatan Mejayan Kabupaten Madiun merupakan sentra penghasil Brem. Sebanyak kurang lebih 60 industri rumahan menjadi roda penggerak produsen dan distributor Brem. Wajar jika kemudian usaha rumahan tersebut menggeliat menjadi bagian dari sebuah Usaha Kecil Menengah atau yang kerap kita kenal dengan istilah UMKM.
Beruntung saat saya berkunjung ke Kaliabu, atas rekomendasi dari kepala desa dan diantar oleh pendamping desa saya dipertemukan dengan pelaku UMKM Brem dari segi produsen dan distributor. Ya, bicara tentang usaha kecil menengah Brem di Desa Kaliabu secara proses terbagi menjadi dua bagian. Ada sebagian yang memproduksi brem, ada sebagian yang mengemas brem hasil produksi tersebut dalam kemasan dan merk tertentu untuk kemudian di distribusikan melalui toko yang mereka miliki atau melalui jejaring distributor di luar desa Kaliabu sendiri.
Bu Supi, satu dari sekian pemilik rumah produksi Brem yang secara terbuka memperlihatkan proses pembuatan Brem pada pengunjung yang datang. Setiap hari brem diproduksi dengan proses dan alat yang sederhana. Dimulai dari pembuatan tape ketan /fermentasi yakni mencampur ketan yang ditanak masak dengan ragi selama 3-4 hari. Setelah tape ketan masak barulah diambil air sari tape dengan proses pemerasan.
Air sari tape tersebut dimasak hingga mendidih. Sebelum masuk pada tahap mixed, air sari tape yang mendidih didinginkan terlebih dahulu. Untuk kemudian ditambahkan soda kue dan pewarna makanan sesuai dengan arahan standar keamanan makanan dari dinas kesehatan setempat.
Ha itu pula yang menjadikan Brem Madiun sudah memiliki ijin P-irt sebagai jaminan keamanan untuk dikonsumsi. Meski ke depan Brem Madiun tetap membutuhkan inovasi dalam produksi baik berupa alat yang lebih modern , hingga kualitas produk beserta kemasan yang lebih menarik dan berdaya saing global.
Setelah mengembang, air tape yang sudah berubah menjadi adonan kental siap dicetak dalam papan kayu panjang hingga mengeras. Prosesnya kurang lebih 1 hari 1 malam. Setelah adonan mulai mengeras, brem bisa dipotong sesuai dengan ukuran untuk kemudian dijemur dibawah sinar matahari. proses penjemuran ini akan mengurangi kadar kelembaban brem sehingga daya simpan brem lebih awet. Brem yang telah kering sempurna siap untuk dikemas dengan daya simpan berkisar 3-4 bulan.
Ada sekitar 48 rumah yang memproduksi Brem sama seperti yang Bu Supi lakukan. Bahkan Bu Supi sudah mulai melakukan inovasi bentuk brem agar tidak hanya berbentuk kotak panjang. Dia pun membentuk brem dengan cetakan berbentuk bunga. Meskipun hingga saat ini, proses ini masih sebatas uji coba dan baru menjadi rintisan.
Kapasitas produksi masing-masing rumah produsen berbeda satu sama lain. Rata-rata tiap hari mengolah 25-50 kg tape ketan sebagai bahan utama pembuatan Brem.
Sebagai sebuah produk UMKM, Brem memiliki mata rantai dengan pembagian yang merata pada tiap pelaku usahanya. Ada sebagain yang berperan sebagai produsen ada pula sebagain yang berperan sebagai distributor. Keduanya saling bersinergi menjadikan brem sebagai produk UMKM protensial agar lebih dikenal luas Tidak hanya di kalangan masyarakat regional Jawa Timur saja.