"Bu....njalukk zakate owh buu"....
"Pak....njalukk Jakate owhh pak"...
Suara anak-anak kecil kisaran usia 6-12 tahun kompak berteriak di halaman rumah saat malam lebaran tiba. Biasanya mereka datang dari satu rumah ke rumah warga secara bergerombol. Antara 3 hingga lebih dari 5 orang anak.
Manakala tuan rumah menanggapi teriakan mereka. Maka ada senyum merekah, atau istilahnya jawanya cengengesan pun keluar dari raut wajah polos mereka. Ada yang berebut, ada juga yang tertib berbaris menuruti aturan dari pemilik rumah.
Itu fenomena malam lebaran yang terjadi di kampung halaman saya. Rumah orang tua yang terletak di Tegalwangi-Talang - Tegal menjadi salah satu rumah yang membuka pintu bagi anak-anak kecil yang bersemangat meneriakkan kalimat meminta zakat. Meski saya yakin , mereka tidak paham dengan apa yang dimaksud zakat. Bagi mereka mendapatkan uang meski kecil nominalnya pada malam lebaran menjadi kebahagiaan tersendiri.
Bagi yang tinggal di sekitar kabupaten Tegal pasti tidak asing lagi dengan tradisi anak-anak kecil meminta "zakat" atau bisa dibilang sebagai salam tempel. Saya masih ingat betul dari zaman orang tua membagikan uang logam 100 perak, kemudian berganti 500, hingga 1000 dan terakhir yang saya lihat lembaran 2000.
Ada raut bahagia dari anak-anak itu saat mereka menerima uang yang ala kadarnya. . Tidak semua anak-anak itu kami kenal satu persatu. Meski jika ada anak yang kami kebal, biasanya Ibu memberi nominal lebih.
Masa kecil saya termasuk anak yang dilarang untuk berkeliling minta zakat seperti anak-anak kebanyakan. Sempat saya berfikir, alangkah enaknya mereka bisa pegang uang banyak saat lebaran. Namun saat saya diberi pemahaman lebih tentang arti zakat, saya pun akhirnya me ngerti bahwa posisi memberi itu lebih baik.
Ya, salam tempel ala Tegal yang sudah menjadi tradisi dalam keluarga kami, menanamkan sebuah makna berbagi tersendiri bagi saya. Toh itu tidak setiap hari. Sungguh tidak ada salahnya berbagi apalagi menjelang hari raya idul Fitri.
Sekecil apapun berbagi itu indah. Memberi manfaat bagi anak-anak yang tidak setiap hari merasakan nikmatnya bisa membeli jajan karena belum tentu mereka berasal dari keluarga yang berkecukupan.
Menyoal pembentukan mental dan karakter, selama tidak dilakukan secara terus menerus setiap harinya, kecil kemungkinan. Apalagi tradisi salam tempel dibatasi oleh usia. Pada umumnya mereka yang sudah masuk masa remaja, sebutlah kelas 3 SMP apalagi mereka yang duduk di SMA tentu tidak lagi mengenal salam tempel.