Lihat ke Halaman Asli

Tamita Wibisono

TERVERIFIKASI

Creativepreuner

Pasar Rakyat (Tradisional), Etalase Peradaban Anak Negeri yang Harus Lestari

Diperbarui: 28 Januari 2017   00:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp


"Tahun ini agak sepi, dibandingkan tahun kemarin, enak tahun kemarin"

Begitu sepenggal kalimat yang meluncur dari seorang penjual "penthol" yang bernama Juriah ketika saya tanya tentang kondisi jualan. Sudah 7 tahun dia berjualan di pintu masuk pasar Sleko Kota Madiun. Namun dia merasakan kondisi yang menurun justru diawal tahun. Saya pun lantas mengingat penggalan kata yang menjadi pesan dari salah seorang wali 9. Inikah pertanda dimana "Pasar Ilang kumandange", seperti yang ditasbihkan Sunan Kalijaga?! Semoga saja Tidak.

Pergantian Tahun memang merupakan momentum magnetik bagi penikmat wisata belanja. Sayangnya, wisata belanja yang dimaksud tentu bukan di pasar-pasar tradisional. Melainkan di Pasar modern yang memasang diskon besar-besaran. Tidak dapat dipungkiri, saya kerap pula belanja di pasar modern. Namun bukan berarti saya tidak memiliki kepedulian terhadap kelangsungan hidup pasar rakyat (tradisional).

Di kota-kota tertentu, pasar tradisional justru menjadi memiliki kekuatan yang mampu membuat pengunjung selalu ingin kembali berbelanja kesana. Yogyakarta dengan pasar Beringharjo salah satunya. Apa kira-kira yang membuat nuansa pasar Beringharjo mampu meninggalkan kesan mendalam bagi pengunjungnya? Hal itulah yang  diharapkan nantinya menjadi salah satu pola standarisasi keberadaan pasar dengan ciri khas yang dimiliki oleh tiap daerah. 

Pasar tidak hanya menjadi lokus ekonomi bagi kalangan menengah kebawah. Dapat dikatakan pasar adalah sepenggal peradaban asli milik anak negeri. Siapa bisa menjual apa, dibeli oleh siapa saja meski dengan keuntungan yang tidak seberapa. Dengan adanya hari pasar rakyat nasional diharapkan menjadi ruang transformasi menuju perkuatan ekonomi di kalangan masyarakat lokal. Hari pasar tradisional menurut saya bukan sekedar peringatan seremonial belaka. 

Misi memberikan edukasi pada segenap pegiat pasar rakyat agar merubah paradigma pegiat pasar tradional agar mampu meningkatkan kualitas komoditas dagangannya. Hal ini tidak semata dikarenakan keberadaan pasar tradisional belaka. Namun juga perlu melibatkan pegiat pasar rakyat agar bersiap menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean. Tidak sedikit pedagang pasar yang mampu menyekolahkan anak-anaknya menjadi generasi intelektual. Namun tidak sedikit pula yang berupaya melakukan regenerasi perdagangannya kepada anak-anak mereka tanpa bekal pengetahuan yang cukup. Di pasar rakyat pula lah nilai-nilai budaya senantiasa terjaga.

Jika nantinya inisiatif Hari Pasar Rakyat Nasional telah menjadi momentum peringatan, tentunya harus membuka kolaborasi seluas-luasnya kepada stakeholder masyarakat pegiat pasar maupun instansi yang selama ini membidangi baik di daerah maupun di tingkat pusat. Butuh payung hukum yang dimungkinkan bersifat kemitraan seperti halnya surat keputusan bersama. hal ini mengingat pasar tidak saja menjadi pusat perdagangan, namun juga menjadi daya tarik wisata jika mampu dikelola dengan keunikan masing-masing.

Banyak hal yang menjadi harapan masyarakat dibalik inisiatif Hari Pasar Rakyat Nasional. Mislanya saja dari penjaga keamanan pasar Beringharjo. Bagi Mas Herman, pasar rakyat diharapkan semakin maju dan mampu bersaing dengan pasar modern. Sementara di kalangan generasi muda yang merupakan sosok pelajar SMP dari Tasikmalaya yang sedang studi wisata di Yogya berharap pasar tradisional bisa lebih bersih dan rapi.





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline