Menyergit saya membaca kalimat yang menyebut "hari ini adalah hari kesetaraan perempuan" pada postingan 3 hari lalu, tepatnya tanggal 26 Agustus 2016 pukul 14.17 di timeline Facebook USAID Indonesia. Setahu saya ada 3 hari yang diperingati terkait dengan perempuan yakni hari perempuan sedunia yang jatuh pada tanggal 8 Maret. Lalu hari Ibu yang lazim diperingati di Indonesia tiap tanggal 22 Desember. Serta 21 April sebagi momentum emansipasi Perempuan Indonesia atau yang dikenal dengan hari Kartini.
Saya pun membaca dengan seksama informasi dalam time line tersebut. Seorang guru SMP (perempuan) bernama Yuni mendapat penghargaan Saparinah Sadli. Apa peran yang sudah dilakukan bu Yuni hingga bisa mendapatkan penghargaan tersebut,lengkapnya bisa dibaca lebih lanjut pada link yang saya sertakan diatas.
Mendalami makna keseteraan perempuan, Ingatan saya kemudian tertuju pada acara politik kultural yang beberapa waktu lalu digelar di Cilegon. Kongres Rakyat Banten ibarat suara, kini sudah lamat-lamat terdengar. Maklum 18 hari acara itu berlalu. Bagi saya yang notabene bukan warga Banten, menyaksikan gelaran politik dalam balutan kultur meninggalkan kesan tersendiri. Terlebih ruangan itu terlihat sarat dengan perempuan. Mungkin ini pula yang disebut sebagai salah satu wujud kesetaraan perempuan.
Dalam dunia politik, kesetaraan perempuan di Banten sudah tidak perlu diragukan lagi. Sejarah mencatat, sebagai Propinsi yang hampir berusia 17 tahun itu, Banten pernah dipimpin oleh seorang perempuan. Terlepas apapun keadaannya, namun kepempinan perempuan di Banten telah tercatat dengan segala cerita yang menjadi kisah tersendiri kelak dimasa yang akan datang. Tentunya tidak saya tuliskan disini.
Kesetaraan perempuan di Banten kian santer terasa manakala 4 kota/kabupaten dari 8 kota/kabupaten yang menjadi wilayah di dalamnya dipimpin oleh Walikota/Bupati Perempuan. Separuh dari total Kepala daerah tingkat II dijabat oleh Perempuan. Sebut saja Kabupaten Lebak dengan Bupati bernama Iti Octavia Jayabaya. Kabupaten Pandeglang dengan Bupati bernama Irna Narulita. Sementara Kabupaten Serang Bupatinya pun perempuan dengan nama Ratu Tatu Chasanah. Dan nama Airin Rachmi Diany pun muncul sebagai Walikota Tangerang Selatan.
Banten sedemikian luas membuka kran kesetaraan, tidak lagi sebatas 30 % kuota perempuan seperti yang digadang-gadang dalam UU politik semata dalam lingkup anggota DPR RI, melainkan justru melesat secara kuantitatif diangka 50% Kepimpimpinan perempuan dari cakupan wilayah kota/kabupatennya. Manggut-manggut saya menyimak penggalan wawancara dengan beberapa perempuan dari berbagai usia dan profesi yang hadir menjadi pelaku sejarah Kongres Rakyat Banten yang beberapa waktu lalu saya lalukan. Kesetaraan perempuan bukan sekedar wacana melainkan memiliki bukti yang otentik.
Ya, siapa sangka kelak diantara mereka yang saya wawancara akan tumbuh menjadi cikal bakal penerus trah kepemimpinan perempuan Banten. Trah disini tidak harus dimaknai secara bilogis tentunya. Siapa saja perempuan yang turut hadir dan berani bersuara tentang kepemimpinan Banten di masa yang akan datang? Sebut saja, Ibu Hj. Icut misalnya, yang meski sudah berusia lanjut, namun tetap hadir di tengah acara Kongres Rakyat Banten. Pengusaha Wanita Kota Cilegon Ibu Hj. Eni Nur Aeni hingga Perempuan-perempuan muda yang ternyata juga menaruh perhatian terhadap kepemimpinan banten kedepan. Berikut petikan wawancara saya bersama beberapa Perempuan lintas generasi lintas Profesi.
Ibu Hj Icut , Pinisepuh Cilegon
"Kongres ini mampu memajukan politik warga Banten, mendengar langsung apa dan bagaimana rencana para calon pemimpin. Meski sudah tua, saya Mendukung Kongres Rakyat ini agar Kaum perempuan diangkatlah derajatnya. Jangan sampai Perempuan tersisih dari pemerintahan, harus sama-sama seperjuangan dengan kaum laki2.Walaupun usia saya sudah lanjut , tapi tidak berhenti untuk ikut serta, berfikir tentang kemajuan masyarakt cilegon, bagi kaum perempuan khususnya"
Ketua Iwapi Kota Cilegon, Ibu Hj. Eni Nur Aeni
"Kongres Rakyat Banten bagus sekali apalagi banyak perempuan yang turut hadir di dalamnya. Kita bisa menyerap apa yang menjadi visi misi dari para calon gubernur. Ke depannya perempuan Banten mau di bawa kemana. Jangan sampai perempuan termarginalkan dan berita miring bahwa perempuan Banten yang bagaimana gitu. Dengan banyak perempuan yang paling banyak hadir mudah-mudahan dengan calon Gubernur ini, siapapun yang jadi, lebih aspiratif, mengakomodir kepentingan perempuan. khususnya peningkatan kualitas hidup, pendidikan, kesehatan dan ekonominya. Kandidatnya jika memang ada dari perempuan silahkan saja. Kan kompetisi, Apa saja visi dan misinya. Mau dibawa kemana perempuan Banten? Bisa tidak mengakomodir kaum perempuan?.