31 Mei 2016, sedari pagi hingga sore saya berada di gelaran Pekan (Pesta Pendidikan). Ini merupakan rangkaian acara puncak peringatan hari pendidikan nasional sekaligus bulan pendidikan. Tidak saja Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang menjadi tuan rumah penyelenggaraan even spektakuler pendidikan lintas sektoral. Kali ini nuansa kolabotarif terlihat dengan kentara. Melibatkan 108 organisasi /profesi, dan ribuan pihak terkait, acara ini mengusung tema "Semua Murid Semua Guru".
Ya, saya memang bukanlah seorang guru. Usia saya sudah lewat jauh jika disebut sebagai murid. Namun semangat untuk terus belajar dan memperoleh ilmu pengetahuan dan menambah pengalaman itu tidak bisa saya lewatkan begitu saja. Betapa ingin saya menjadi bagian dari masyarakat pembelajar. Anggaplah ini sebagai sebuah langkah kecil menuju gerakan semesta pendidikan.
Ingatan saya pun melayang menembus lintas ruang dan waktu. Dulu ketika saya kecil, saya sering bermain "sekolah-sekolahan". Saya berkumpul dengan anak-anak yang usianya lebih muda sekitar 1-2 tahun. dalam permainan itu saya berperan sebagai "guru". Entah apa yang saya ajarkan waktu itu. Sekedar menyanyi, menulis huruf-huruf dan angka di papan tulis berwarna hitam dengan kapur tulis putih diatasnya. Ahh rasanya itu menjadi awal diri saya membangun karakter yang lekat dengan dunia pendidikan.
Dan benar saja, meski saya bukanlah guru. Perjalanan saya mengantarkan sebuah proses ruang transformasi nilai, pengetahuan dan pengalaman. Hal itu bermula dari kegiatan belajar mengajar di bangku kuliah. Aktif di organisasi ekstra kampus, menjadikan saya sedikit memberi peran dalam proses kaderisasi. Meski belakangan ini sudah jarang kesempatan itu datang lagi.
Menjadi Guru memang bukanlah cita-cita saya. Tetapi jika saya diminta untuk berbagi sedikit ilmu pengetahuan yang saya miliki, sungguh dengan senang hati yang akan menjalani. Seperti saat saya diminta menjadi fasilitator untuk sebuah diskursus kebangsaan di Papua Misalnya. Saya berkesempatan berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang analisa sosial, budaya tulis menulis dan wacana kesetaraan gender. Hal ini menjadi pengalaman yang luar biasa. Karena dari proses itulah saya tahu bahwa generasi muda Papua sangat cerdas dan memiliki kemauan keras untuk belajar. Tidak sedikit dari mereka yang tampak piawai dalam hal kepemimpinan. Semoga saja sedikit berbagi pengalaman dalam menambah bekal mereka ke depan.
Disela-sela kesibukan saya sebagai Ibu rumah tangga di Kota Madiun, lagi-lagi peran berbagi pengetahuan harus terus saya jaga. Termasuk ketika beberapa anak Sekolah Menengah Pertama disana meminta saya mendampingi mereka belajar. Semoga ini langkah kecil yang bisa saya lakukan untuk memaknai apa itu gerakan semesta pendidikan. Dari, Oleh dan untuk siapa saja dan dimana saja...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H