[caption caption="dok.edit pribadi"]
[/caption]
Tamita W. no 15
Siang yang panas disebuah sudut kampung Permata Hati. Konon Kampung ini dihuni oleh warga yang pandai merangkai kata. Maklumlah sebagian dari mereka dulunya adalah para pemilik pena berdasi yang acapkali tampil di berbagai trayek bus kota, warung kaki lima atau panggung Agustusan tingkat Desa. Tak banyak dari mereka yang sudah menemukan jatidiri dengan beralih profesi dari mulai menjadi buruh cuci, penjual penthol,bahkan membuka jasa reparasi terima bongkar pasang sendiri, dan lain-lain.
Dari kejauhan tampak terhuyun mendekat perempuan dengan rambut lepek akibat terlalu sering mengoleskan sisa minyak sayur mendatangi arah Jidah mantan kembang Desa. Rambutnya diikat ekor kuda dengan menggunakan karet gelang. Sadar dirinya didatangangi sahabat lamanya yang tampak payah, menghamburlah pekik lantang yang mengakibatkan bunyi kelontang dari rantang kosong yang dipegang untuk wadah ia meminta jatah sayur asem di tetangga sebelah.
" Ya ampun Aliyahh, kenapa tanganmu penuh luka cakaran?" sontak perempuan paruh baya yang konon bersahabat dari zaman baheula melihat lebih dekat tangan yang tak lagi kencang dan penuh burik itu.
sementara si pemilik tangan hanya menangis sesenggukan sambil meringis kesakitan akibat lukanya di pegang jemari yang kasar milik Jidah yang sehari-hari sibuk menjadi buruh cuci spesialis kaos kaki yang bau terasi. Pekik lantang dari mulut Jidah berakibat pada tergopoh-gopohnya dua perempuan lain masing-masing Sarimen, Maesaroh yang sedari tadi sibuk mengupas bawang ikut nimbrung mengerumuni perempuan yang juga sababat karib mereka.