Lihat ke Halaman Asli

Intip Buku, Intip Rahasia Pecandu Tulis

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13357717431315339293

Tak sedikit yang menganggap menulis adalah hal yang sulit. Meski memiliki banyak ide di kepala, belum tentu ide-ide tersebut bisa tertuang dengan baik ke dalam sebuah tulisan. Anggapan tersebut terkadang membuat kita malas untuk menulis. Kalau ada tugas menulis saja, mau tidak mau harus menulis. Pada akhirnya menulis adalah sebuah keterpaksaan, bukan sebuah kebutuhan. Bahkan, saking susahnya menulis, ada yang beranggapan bahwa menulis adalah pekerjaan wartawan, novelis, atau penulis buku. Tetapi hal ini dibantah oleh Pepih Nugraha, editor senior Kompas.com, salah satu pembicara pada acara Intip Buku, Sabtu (28/4) lalu di Menara Syafruddin Prawiranegara Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Jakarta. "Menulis bukan monopoli wartawan atau novelis. Menulis adalah pekerjaan biasa yang bisa dilakukan oleh semua orang. Siapapun boleh dan bisa menulis," ujar Pepih, begitu ia biasa disapa. Pepih menambahkan, modal seorang penulis adalah sebuah catatan harian. Mulai hari hal kecil dan sederhana di sekitar kita bisa ditulis di catatan harian. Dari catatan yang selalu ditulis setiap hari, dapat disusun menjadi sebuah kisah menarik. Selain Pepih, Imam FR Kusumaningati (penulis buku "Jadi Jurnalis Itu Gampang"), Taufik Efendi (dosen Universitas Negeri Jakarta), Johan Wahyudi (penulis buku-buku teks pelajaran), Iskandar Zulkarnain (admin Kompasiana.com), dan Wijaya Kusumah (penulis buku "Menulislah Setiap Hari dan Buktikan Apa yang Terjadi"), turut hadir sebagai pembicara pada acara yang diselenggarakan Meetpro dan didukung oleh iB Perbankan Syariah, Kompasiana.com, dan Qwords.com. Setali tiga uang dengan Pepih, Imam FR Kusumaningati, penulis muda kelahiran 1991 itu mengatakan bahwa menulis adalah aktivitas berbagi cerita dan pengalaman. Kejadian yang pernah dialami, dapat diceritakan ke dalam sebuah tulisan dengan gaya bahasa khas penulis. "Jika ingin tulisan kita bisa diterbitkan menjadi sebuah buku, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Kita harus mengetahui segmen mana yang akan dituju. Sebelum mengajukan ke penerbit, sebaiknya terlebih dahulu kita kenal dengan karakter penerbit tersebut, agar tulisan yang dibuat tidak "salah alamat". Di Indonesia ada lebih dari 1000 penerbit yang terdaftar, masa' iya dari sekian banyak penerbit karya kita tidak ada yang tembus. Intinya optimis. Kalau ditolak, jangan menyerah. Perbaiki dan coba lagi," imbuh Imam. Lain Imam, lain Taufik Efendi. Pemilik sapaan Taufik ini adalah seorang tuna netra. Meski memiliki kekurangan, Taufik mampu menyabet delapan beasiswa luar negeri. "Saya bisa memperoleh beasiswa tersebut salah satunya karena menulis. Sebab, jika mengajukan beasiswa, biasanya diminta untuk menuliskan essay," katanya dengan penuh semangat kepada 200 peserta yang hadir. Di tengah acara, Prayitno Ramlan, purnawirawan TNI AU, memberi sambutan. Meski berlatar belakang militer, ia justru gemar sekali menulis. Dalam sambutan tersebut Prayitno menambahkan, menulis itu berguna untuk mencegah pikun. "Selain itu, saya ingin tulisan-tulisan saya di website bisa bermanfaat bagi orang banyak. Ilmu yang bermanfaat merupakan bekal saya untuk di akhirat nanti," jelas pria berkumis itu. Sementara itu, Wijaya Kusumah atau yang akrab disapa Om Jay, mengatakan menulis baginya adalah sebuah kebutuhan. Tiap hari, ia bisa membuat satu sampai tiga tulisan, bahkanlebih. Ia juga mengungkapkan jika ingin pandai menulis harus banyak membaca. "Makanya jika ingin menjadi penulis produktif dan kreatif jangan pelit untuk beli buku," celotehnya. Sebagian peserta berprofesi sebagai pendidik, membuat Johan Wahyudi bersemangat menebarkan virus candu menulis, khususnya kepada guru-guru. Johan menjelaskan, banyak keuntungan yang diperoleh jika guru produktif untuk menulis. "Pangsa pasar buku teks sebagai bahan ajar di sekolah-sekolah sangat besar. Kebutuhan tersebut pun belum diimbangi dengan jumlah penulis yang memadai. Oleh karena itu persaingan antarpenulis buku teks pelajaran akan terus berkembang dan terbuka lebar bagi pendatang baru. Menulis buku teks pelajaran bisa menjadi sumber penghasilan karena peluangnya yang besar," paparnya. Iskandar Zulkarnain mengimbau agar peserta yang hadir di acara tersebut bisa membiasakan diri untuk menulis. Tulisan yang sudah dibuat bisa dipublikasikan dengan niat ingin berbagi. "Kompasiana.com merupakan ajang yang tepat bagi siapapun yang gemar menulis. Kompasiana.com adalah salah satu situs terbesar bagi citizen reporter. Jadi, warga biasa pun bisa menjadi penulis atau jurnalis, melaporkan apa yang dialami atau dilihatnya melalui tulisan. Tak hanya itu, bagi yang suka menulis fiksi seperti cerpen bisa berkontribusi," kata pemilik sapaan Isjet itu. Usai acara, Maemunah, S.Pd.I, salah satu peserta mengungkapkan rasa puasnya terhadap acara tersebut kepada Kompasiana.com. "Acara Intip Buku ini sangat bermanfaat, khususnya bagi saya yang suka menulis tetapi profesi saya bukan jurnalis. Di acara ini, saya bisa mengintip rahasia para pecandu tulis, seperti Om Jay, Pak Johan, dan yang lainnya," tandas wanita yang kini tercatat sebagai pengajar di SDIT Fitrah Hanniah Cibitung, Bekasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline