Lihat ke Halaman Asli

Kotaku Kota Miskin

Diperbarui: 17 April 2017   22:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di tengah terik panasnya mentari, aku berjalan menelusuri kota ini

Anak-anak terlantar dan fakir miskin menangis di sudut-sudut kota ini.

Aku terus berjalan dan memandang ke sekeliling pasar kota yang ramai akan pembeli.

Teriris hati ini ketika aku melihat betapa kerasnya pemerintah hingga membiarkan mereka memakan makanan sisa dari bak  sampah yang kotor dan bau di tepian pantai.

Kotaku sangat miskin, hingga tak ada perubahan untuk merubah kondisi kaum fakir dan anak-terlantar yang wajib dilindungi oleh negara ini.

Bukankah ini kewajiban pemerintah? .Biarkan saja mereka didepan sana duduk santai berpangku tangan dan membiarkan fenomena ini terus terjadi berulng kali. Seolah aku merasa terpanggil untuk menyelesaikan masaalah yang merusak pemandangan kotaku yang bersih dan rapih. Sejenak aku melihat mereka tak punya tempat tinggal, keluarga, kerabat ataupun pekerjaan. Hanya saja, aku takan bias karena aku juga sama seperti mereka, miskin karena aku tinggal di kota miskin seperti ini. Kotaku akan terus menjdi kota miskin jika tak ada revolusi dari sebuah resolusi bukan evolusi.

Karya: BakriTambipessy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline