Lihat ke Halaman Asli

tambara boyak

Penulis Lepas

Emo dan Perilaku Remaja

Diperbarui: 5 Juni 2022   12:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada era saat ini musik tidak dapat lepas dari kehidupan seseorang. Bukan hanya sebagai hiburan, musik memiliki efek yang dapat dihubungkan dengan segala sesuatu berkaitan dengan fisik, emosional, spiritual dan lain sebagainya. 

Termasuk salah satu jenis musik yang digandrungi pada periode 2000an,  musik emo merupakan cabang dari genre hardcore yang dicirikan dengan lirik dan ekspresi yang sangat emosional. 

Tak hanya hardcore, ada pula yang menganggap bahwa emo merupakan turunan dari genre rock alternatif, punk rock, dan pop punk. Dari segi lirik, lagu-lagu bergenre emo sangat emosional dan sangat pribadi. Biasanya lirik-lirik mereka bercerita tentang pengakuan, hubungan cinta yang gagal, rasa sakit, rasa tidak aman, hingga kebencian.

I know you well enough to know you'll never love me. Potongan lirik dramatis dari grup band bernama Taking Back Sunday tersebut mungkin bisa mewakili genre musik emo secara keseluruhan. 

Mulai dari Bright Eyes hingga My Chemical Romance, genre ini kerap dikritik dengan tuduhan bahwa musik emo yang cenderung muram bisa membuat pendengarnya semakin gelap. 

Kritik pedas terhadap musik emo muncul setelah terjadi tragedi mengerikan, terutama ketika ada dua remaja perempuan yang sering mendengarkan musik emo melakukan bunuh diri. 

Meski begitu hal ini tidak dimaksudkan untuk menyalahkan musik emo itu sendiri. Tidak ada genre musik atau sub-kultur yang seharusnya disalahkan atas fenomena bunuh diri di kalangan orang muda. Namun, individu-individu yang gemar menganalisa pemikiran-pemikiran negatif cenderung tidak diuntungkan ketika berinteraksi dengan kelompok sosial, karena feedback yang didapat justru memperparah perasaan dan pikiran-pikiran negatif.  

Band-band emo dikenal dengan irama lagu-lagunya yang ‘keras’ namun lirik yang melankolis.  Emo (emotional) mengadopsi fesyen, genre musik, dan gaya hidup yang spesifik. 

Emo sering dikaitkan dengan karakter penuh kesedihan, internalisasi kemarahan terhadap dunia dan diri sendiri, pasif-agresif, dan haus perhatian; namun tidak ada penelitian yang membuktikan kebasahan generalisasi ini terhadap kelompok emo. Bahkan menurut Munteanu dalam penelitiannya yang berjudul Emo phenomenon – An actual problem in adolescence, justru remaja yang menyukai musik emo cenderung sensitif, pencemas, dan memiliki kepribadian introvert. Remaja dalam fase emo merasa lebih sedih dan depresi daripada remaja yang tidak berada dalam fase ini. 

Memiliki karakteristik di atas seakan menjadi prasyarat untuk dianggap menjadi bagian dari budaya emo. Terlepas dari kepopulerannya, tidak semua remaja melalui fase ini. Lamanya fase emo dialami secara bervariasi oleh masing-masing remaja, biasanya beberapa bulan hingga ketika mereka memasuki awal usia 20an (dewasa awal).

Menurut Aaron dalam penelitiannya berjudul Posttraumatic stress following acute physical injury, trauma yang belum diselesaikan bisa menyebabkan stres pada Remaja. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline