Lihat ke Halaman Asli

Natama Sitorus

Sang Pengendali Motor Matic Tua

Google Beralih ke Energi Nuklir untuk Mendukung Operasional Kecerdasan Buatan (AI)

Diperbarui: 21 Oktober 2024   18:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Artificial Intelligence (AI) Desain, Natama Sitorus

Dalam langkah besar menuju keberlanjutan dan efisiensi energi, Google baru-baru ini mengumumkan rencana mereka untuk beralih menggunakan energi nuklir dalam mendukung operasional kecerdasan buatan (AI) milik mereka. Langkah ini dianggap sebagai terobosan dalam industri teknologi yang menghadapi tantangan energi yang semakin besar, terutama dalam menghadapi perkembangan pesat AI yang membutuhkan daya komputasi yang sangat tinggi.

Google, yang selama ini dikenal dengan upayanya dalam energi terbarukan, kini memandang energi nuklir sebagai salah satu solusi yang bisa mendukung keberlanjutan jangka panjang. Mereka berargumen bahwa teknologi nuklir modern mampu menyediakan sumber energi bersih dan stabil, yang sangat dibutuhkan untuk pusat data mereka yang terus berkembang. Pusat data ini mendukung berbagai aplikasi, termasuk AI yang digunakan dalam layanan pencarian, asisten virtual, hingga produk-produk berbasis cloud mereka.

Pihak Google menyatakan bahwa inisiatif ini juga merupakan bagian dari komitmen mereka untuk mencapai target net-zero emissions pada tahun 2030. Meskipun energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin telah menjadi tulang punggung pasokan energi mereka selama beberapa tahun terakhir, fluktuasi dalam ketersediaan energi ini membuat perusahaan mencari alternatif yang lebih andal dan berkelanjutan. Energi nuklir, dengan emisi karbon yang rendah, dinilai sebagai pilihan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan besar perusahaan teknologi sebesar Google.

Pengamat energi menilai langkah ini sebagai cerminan dari perubahan global dalam pandangan terhadap energi nuklir, yang semakin dianggap sebagai solusi potensial dalam menghadapi krisis iklim. Namun, ada juga pihak yang khawatir tentang risiko keamanan dan limbah nuklir, yang masih menjadi tantangan besar dalam penerapan teknologi ini secara luas.

Dengan adopsi energi nuklir, Google berusaha memastikan bahwa kecerdasan buatan mereka bisa beroperasi dengan daya yang cukup sambil tetap berkontribusi pada upaya global dalam pengurangan emisi karbon. Langkah ini sekaligus menjadi sinyal bagi industri teknologi lain untuk mempertimbangkan penggunaan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan dalam operasional mereka.

Sumber : Penulis dan Sustainability News

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline