Kenapa pagi-pagi buta begini saya menulis tentang dimsum? Mungkin gabungan antara fakta bahwa seharian ini saya menyantap banyak potongan dimsum (dalam dua wedding event dalam sehari) dan fakta bahwa pada pukul 01.00 dini hari ini saya pengen dimsum (maksudnya pengen sekalian buat sahur gitu) Jadi mari kita lihat seberapa jauh fakta ketiga yang bisa kita hasilkan dari racikan olah opini dan riset saya. Menurut wikipedia http://id.wikipedia.org/wiki/Dim_sum dimsum adalah penganan kecil yang biasanya disajikan sebagai sarapan atau brunch (biasanya ditemani dengan secangkir teh) Asli berasal dari Kanton tapi dunia lebih mengenal bahwa dimsum dari Hongkong. Menurut saya Indonesia juga punya "dimsum" sendiri yaitu somay (cuman sedikit beda saus dan varian isinya) Oke, somay dibahas lain kali saja walaupun sebenarnya keduanya sama-sama menggiurkan. Saya mulai "kenal" dimsum sejak beberapa tahun lalu ketika teman-teman dari Jogja kerap kali membahas sajian nikmat ini. Mereka bilang ada salah satu hotel yang menyediakan dimsum enak dengan harga yang reasonable. Sebelumnya sih saya sering denger aja, sering lihat tulisan 'dimsum' dan sering dengar namanya tapi yaaa gitu-gitu aja, ga peduli. Jadi memang benar kata pepatah bahwa tak kenal maka tak sayang. Selanjutnya saya mulai mengenal menu ini di beberapa tempat yang berbeda, tentu saja dari hasil riset coba-coba. Yang pernah saya rasakan antara lain dimsum di Oeanpao, Itasuki, di sektor 9 Bintaro dan di beberapa acara nikahan teman. Dari situ saya bisa menyimpulkan bahwa jenis dimsum enak terbagi menjadi 2 yaitu yang instan dan yang memang benar-benar "home made". Tau kan maksud saya instan, ya yang biasanya bisa segera kita beli di supermarket terdekat. Jenis seperti ini rasanya memang enak, tapi ya rasanya "gitu-gitu" aja, ukurannya relatif kecil dan harga yang terstandar relatif lebih mahal daripada dimsum homemade. Nah, kalau favorit saya adalah dimsum yang dijual di sektor 9 Bintaro. Eitss...jangan salah, banyak yang jual dimsum lho disana tapi yang saya maksud adalah warung yang letaknya di dekat nasi uduk Ikhwan. Sepengamatan saya, dimsum yang disediakan disana adalah home made. Mereka meracik sendiri potongan-potongan dimsum yang ukurannya sedikit lebih besar dibanding dimsum instan di pasaran. Rasanya lebih segar dan lebih natural. Jadi misalnya kalau pilih yang rasa ayam, masih ada rasa khas gurih ayam yang tidak akan ditemukan di produk-produk instan. Kalau pilih rasa udang, sari rasa udang yang khas juga akan tertinggal di indera pengecap kita dan tertanam dalam memori kepala. Secara umum jenis dimsum yang saya suka adalah yang populer saja yaitu dengan isi cacahan daging ayam dan udang. Namun sebenarnya terdapat beberapa jenis dimsum lain yang kurang familiar dan jarang tersedia di warung-warung penjual dimsum. Jenis yang kurang popular dan jarang ditemukan misalnya adalah Lotus Leaf Rice (Nasi ketan yang dibungkus daun lotus. Isiannya kuning telur, scallop, jamur, kastanye, dan daging) Mungkin karena daun teratai juga susah carinya kali ya :p Jadi...demikian sedikit opini dan riset saya tentang dimsum di pagi buta ini, apakah ada yang suka dimsum juga? Suka dimsum yang seperti apa?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H