Bak gemuruh dalam pusaran laut. Suara dan geraknya tidak nampak dan tidak pula terlihat. Namun sesungguhnya gerak dan suara itu begitu keras dari sumbernya. Begitulah yang terjadi dengan gerakan para cagub pada pilkada DKI 2012 ini. Semua berlomba untuk meraup suara dan menarik hati konstituen. Ada yang melakukan pendekatan kepada warga dengan pengobatan gratis, lobi-lobi kecil dengan tetangga atau partai tertentu, paparan program yang diiringi dengan janji-janji muluk bila sang calon nantinya terpilih.
Itulah fenomena yang hangat terjadi belakangan ini. Namun apa sesungguhnya yang menjadi daya tarik warga terhadap cagub mendatang? Ada beberapa hal penting yang nantinya dapat dijadikan sebagai tolak ukur kemenangan pasangan cagub dan cawagub. Inilah sesungguhnya yang menjadi harapan warga DKI terhadap para incumbent.
Pertama, secara psikologis – warga DKI sudah bosan dengan pemilukada ini baik yang terkait dengan tata cara yang ditetapkan KPUD maupun rekam jejak calon gubernur itu sendiri. Hal ini terbukti dengan jumlah Golput dalam pilkada DKI 2012 yang mencapai 49%. Lihat sumber data di sini. Warga sudah muak dengan janji-janji para calon yang tidak terbukti saat cagub kemudian menjadi gubernur terpilih. Ini fakta yang terjadi dan dirasakan warga. Kita masih ingat betul dengan janji cagub yang akan menuntaskan masalah macet dan banjir jakarta. Namun janji itu hanya ucapan lips-service belaka. Begitupun dengan pengobatan gratis, survey pendapat dari pintu ke pintu, semua hanya sementara dan tidak konsisten. Program itu hanya muncul saat sang calon atau partai membutuhkan dukungan suara untuk pemilu atau pilkada. Setelah sang kandidat menjadi incumbent terpilih, semua program dan janjipun hilang tak berbekas. Semua ini menambah pengalaman psikologis yang buruk di mata masyarakat.
Lantas, warga DKI yang telah penat secara psikologis itu memerlukan asupan baru berupa program yang jelas dan bukti nyata dan mampu menetralisir kejiwaan dan mental mereka yang terlanjur kecewa. Cagub harus pandai membuat perencanaan program dan langkah strategis sehingga masyarakat menjadi bagian dan terlibat langsung dalam uapaya pembangunan kota di mana mereka tinggal. Warga tidak memerlukan gubernur yang pintar dan cerdas tapi mereka merindukan pemimpin yang memahami kondisi ril masyarakat. Mereka mendambakan pemimpin yang betul-betul peduli dengan masyarakat yang notabene hidup dalam kepapaan. Mereka butuh kepedulian yang konsisten bukan kepedulian sesaat untuk kepentingan suara. Masyarakat tidak perlu disuntik dalam pengobatan gratis yang cuma satu hari untuk menggiring opini murahan. Masyarakat memerlukan bukti kepedulian yang mampu meringankan beban yang lebih besar. Pendidikan, kesehatan dan kenyamanan tinggal di ibukota merupakan harapan besar warga yang seharusnya menjadi prioritas kerja cagub.
Kedua, masyarakat DKI sudah jenuh dengan hingar bingar masalah politik. Mereka tidak lagi tertarik dengan apa yang dijanjikan oleh calon incumbent dan hanya tertarik dengan bukti-bukti yang pasti. Bukti menjadi obat mujarab bagi calon gubernur untuk menarik simpati warga yang telah apatis terhadap pemilukada DKI 2012 ini.
Maka dari catatan ringan ini, hanya cagub yang mampu memberi bukti nyata saja yang akan mendapat mandat masyarakat. Bukan mereka yang mengaku peduli tetapi sesungguhnya ada kepntingan di balik itu semua. Masyarakat sudah melek politik dan tidak mudah dibohongi. Cagub semestinya menyadari hal ini sebagai dasar pengambilan strategi berperang. Masyarakat juga tidak mudah terprovokasi hanya dengan pengobatan gratis sehari. Masyarakat butuh bukti kerja yang bisa melepas dan mengurangi beban hidup yang dialami.
Siapakah di antara enam Cagub yang telah melakukan bukti sebelum berjanji? Lalau pertanyaan kita kemudian, Who is The Real Leader? Masyarakatlah yang menentukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H