Lihat ke Halaman Asli

Menabur Benih Multikulturalisme

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Menabur Benih Multikulturalisme”

Tanggapan atas tulisan “Deradikalisasi Kaum Muda” oleh Hasibullah S.

Simpulan tulisan Hasibullah menegaskan bahwa salah satu upaya meminimalisasi gerakan-gerakan radikal kaum muda, adalah dengan cara mengampanyekan pemikiran antikekerasan secara terus-menerus. Dengan cara itu, Hasibullah berpretensi bahwa pikiran-pikiran radikal kaum muda akan dapat diredam dan, bahkan, dapat dihilangkan sampai ke akar-akarnya.

Bukan bermaksud menggampangkan persoalan. Semua orang tentunya sepakat bahwa gerakan deradikalisasi itu penting dan mendesak, terutama melihat fakta mengenai aksi-aksi kekerasan yang belakangan ini sudah semakin sering terjadi. Akan tetapi, perlu disadari bahwa bentuk kampanye antikekerasan adalah suatu cara instan yang sebenarnya tidak terlalu menyentuh akar permasalahan radikalisme itu sendiri. Suatu pendekatan yang menghadapkan secara frontal pemikiran “kekerasan vs. antikekerasan”, pada tataran tertentu, bukanlah suatu cara yang bijak. Tidak dapat disangkal, memang, gagasan dialektikal semacam itu dapat berhasil. Tetapi perlu dicatat bahwa keberhasilan deradikalisasi semacam itu cenderung bersifat temporer dan tidak berdampak jangka panjang. Sesuatu yang instan tidak akan berimplikasi jangka panjang. Dengan kata lain, bentuk kampanye yang terlalu mengedepankan konfrontasi gagasan, kendati dilakukan secara terus-menerus, masih sangat kurang memadai dan kurang jitu. Diperlukan jalan alternatif lain yang lebih holistik dan berpengaruh jangka panjang.

Gerakan radikal lahir dari anggapan “merasa benar sendiri”, yakni merasa lebih unggul dan berkuasa daripada orang atau kelompok lain. Dengan kata lain, orang atau kelompok radikal lahir dari pandangan bahawa kebenaran itu tunggal dan dirinya atau diri merekalah satu-satunya pemegang “kebenaran” itu. Alih-alih menjadi rahmatan-lil-alamin, bermanfaat bagi seluruh alam, gerakan-gerakan radikal niscaya menimbulkan kekacauan dan kerusakan. Kekerasan akan selalu melahirkan kekerasan lainnya. Nah, pertanyaannya, apa solusi yang dapat ditawarkan selain dari upaya-upaya antikekerasan yang sifatnya instan dan temporer?

Jalan yang bisa ditawarkan adalah dengan cara menanamkan gagasan-gagasan multikulturalisme. Multikulturalisme adalah suatu bentuk pengakuan hakiki atas keragaman, yang substansinya berbentuk kesadaran diri sebagai bagian dari semua orang tanpa memandang dari mana orang itu berasal. Kesadaran multikulturalitas adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama dan sejajar sebagai sebuah kesatuan, tanpa mempedulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa, ataupun agama. Pemikiran-pemikiran seperti inilah yang, menurut penulis, perlu disegerakan untuk disemaikan. Akan tetapi, perlu dicamkan bahwa benih-benih kesadaran multikulturalitas seharusnya tidak melulu ditanamkan kepada orang atau kelompok tertentu saja yang dicurigai radikal, melainkan harus disebarkan kepada semua lapisan masyarakat dan dijadikan sebagai nilai-bersama.

Dengan bersemainya kesadaran multikulturalisme bagi semua orang, gerakan-gerakan yang berpijak pada “merasa benar dan ingin menang sendiri” niscaya akan pupus dan menguap dengan sendirinya. Dengan diterimanya pemikiran multikulturalisme sebagai nilai-bersama, segala tindak kekerasan antara satu dengan lainnya pastinya akan menjadi sejarah masa lalu.

*Tulisan Lama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline