Malang,- Awardee LPDP sekaligus Dosen muda STKIP PGRI Sumenep Madura Iwan Kuswandi menjalani sidang ujian disertasi tahap 2 (terbuka) di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu pagi (19/03/2022). Ujian disertasi tahap akhir ini guna meraih gelar Doktor Pendidikan Agama Islam di kampus putih UMM yang berlokasi Jalan Raya Tlogomas No. 246 Malang.
Diketahui pendidikan pada program pascasarjana doktoral Strata-3 ini dapat diselesaikan Iwan Kuswandi dalam rentang waktu dua tahun dua bulan terhitung semenjak 2019.
Judul Disertasi Iwan Kuswandi pada ujian terbuka ini adalah Kontinuitas Perubahan Pengalaman Tarekat Tijaniyah di Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan.
Ujian terbuka disertasi digelar secara virtual melalui salah satu aplikasi meeting terkemuka.
Bertindak sebagai dewan penguji disertasi yakni Prof. Dr. Tobroni, Promotor sekaligus Ketua Penguji, Prof. Akhsanul In'am, Ph.D Ko-Promotor 1 sebagai Sekretaris, Assc. Prof. Dr. Khozin Ko-Promotor 2 sebagai Penguji, Assc. Prof. Moh. Nurhakim, Ph.D Penguji 1, Assc. Prof. Dr. Abdul Haris Penguji 2, Dr. Bulkani, M.Pd Penguji 3, Assc. Prof. Dr. Romelah Penguji 4.
Iwan Kuswandi memaparkan secara hierarki, kajian tarekat Tijaniyah lebih dominan dalam dinamika perkembangan, perubahan, dan pertentangan yang dihadapi kelompok tarekat Tijaniyah.
Sebagai sebuah konsep dan aliran tasawuf, tarekat Tijaniyah sering mengalami perlawanan dan pertentangan. Contoh spesifik pernah terjadi di Ilorin, Nigeria barat, seorang praktisi Tarekat Tijaniyah, Mallam Muhammad Wali, diperlakukan dengan buruk karena bersikeras menjalankan tarekat Tijaniyah.
Di Turki, para pengikut tarekat Tijaniyah juga menghadapi perlawanan dan penentangan dari para pengikut rezim Kemal.
"Sementara itu, di Indonesia, dinamika pertentangan tentang keberadaan tarekat Tijaniyah terjadi di Pondok Pesantren Buntet, pusat tarekat Tijaniyah di Cirebon, dan mendapat tanggapan negatif dari kerabat keluarganya sendiri, yaitu Pesantren Benda Kerrep.
"Nah di Jawa Timur sendiri ditemukan sebuah fenomena dan dinamika yang berbeda, Tarekat Tijaniyah yang dibawa Kiai Djauhari ke Desa Prenduan, Kabupaten Sumenep, Madura, juga sempat mengalami penolakan oleh tokoh agama dan masyarakat sekitar. Namun melalui beberapa pendekatan akhirnya Tarekat Tijaniyah dapat diterima secara harmonis dan perkembangan yang cukup signifikan terus terjadi hingga saat ini. Kini Tarekat Tijaniyah telah melewati lintas generasi yakni dari Kiai Djauhari, lalu Kiai Tidjani dan sekarang oleh Kiai Ahmad Fauzi," papar Iwan Kuswandi dihadapan dewan penguji.