Lihat ke Halaman Asli

(Tak) Selalu Ada Jalan

Diperbarui: 24 November 2015   09:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="pribadi"][/caption]Dengan segenap akal-pikirnya ia terus bersikeras bertahan. Menerobos setiap celah yang terlihat. Ia percaya akan selalu ada jalan baginya keluar dari kepungan.

Tetapi tiap-tiap celah ternyata hanya mampu membawanya pada kepungan baru yang sama tertutupnya. Mengerangkeng dan mendepak. Ia terisolasi.

"Aku melihat sebuah jalan di depan, tetapi mengapa saat didatangi jalan itu jadi buntu?" katanya. Geregetan.

"Karena yang kau lihat hanya soal jalan. Di mana-mana ya pasti selalu ada jalan..."

Ia mendongak. Tak habis pikir dengan sejumlah kata-katanya. "Kalau tak melihat jalan, lhaa terus aku harus melihat apa?" bantahnya kemudian.

Lelaki itu menepuk-nepuk pundaknya. "Rambu-rambunya. Kau hanya fokus pada jalannya, tapi kau abaikan rambu-rambunya," ucap lelaki itu.

"Mengabaikan rambu-rambunya katamu??"

"Iya. Itu benar," sahut lelaki itu sembari menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapan. "Maka, sekiranya kau berada di jalan raya kota besar, yang namanya jalan itu pasti cukup banyak kau temukan. Nah, jika saja kau hanya fokus pada soal jalan, kau pasti langganan kena tilang polisi. Bukankah begitu?"

Ia mengangguk. Khidmat mendengarkan. Lelaki itu mengeluarkan sebatang rokok. Menyalakan dan menghisapnya tenang.

"Nah, andaikata hidup itu seumpama jalan raya di kota besar itu, itu berarti kau sedang kena tilang berkali-kali. Dan buang-buang uang sedemikian banyak hanya demi membayar denda..."

"Jadi, jadi... Selama ini.... Aku sebenarnya sedang kena tilang?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline