Lihat ke Halaman Asli

Kompasianer Galak di PPI (Jadi Mikir Ulang Ngompasiana)

Diperbarui: 8 Agustus 2015   12:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menulis butuh energi besar. Waktu yang memadai. Pikiran yang fit. Dan badan yang sehat. Apalagi tak mudah dapat gagasan bagus. Susah. Maka saya mikir, sebenarnya ngapain susah-susah nulis di sini?  Buang waktu. Lama-lama saya mulai menyadari hal ini.

Untuk memaksa gagasan brilian muncul saja, saya membutuhkan minimal tiga mangkok kopi. Enam minggu tidak mikir apapun, dan fokus menggali inspirasi. Terkadang saya dikira sedang sibuk mikir utang karena dikira sibuk melamun sepanjang hari.

Begitulah. Saya mulai mikir ulang. Termasuk ketika hari itu mendatangi Pameran Produk Indonesia (PPI). Begitu pak menteri tiba, saya mulai siaga kamera dan catatan. Tetapi perhatian saya terarah pada sekumpulan kuli tinta yang sibuk mencatat dan menyorongkan kamera.

Asyik juga melihat gerak gesit mereka itu. Para kuli tinta kemudian berdesakan mengikuti pak menteri dan pakde Karwo yang menghampiri tiap stand yang berada di sisi panggung.

Tapi mendadak perhatian saya terganggu. Seorang wanita tampak hilir mudik. Gesit sekali. Dibilang gesit karena sewaktu menteri dan pakde meninjau, dia berkelebat begitu cepat tiba-tiba samping, belakang dan tahu-tahu sudah berada di depan saya. Kaget juga. Ini ngapain aja sih, batin saya.

Hingga kemudian dia berhenti karena telpon seseorang. Lamat-lamat saya mendengar nama yang akrab ditelinga ia sebut-sebut. Mbak Avy? Saya bergegas menghampirinya.

"Kompasianer mbak?" Kata saya. Ia memandang keheranan. Tetapi ia lantas tersenyum ramah. Kami pun terlibat obrolan. Menjelaskan segala hal terkait pameran. Rupanya dialah mbak Kartina. Admin Fanspage PPI. Wow...

"Ikut serta mas?" tanyanya. "Lumayan buat hiburan," tambahnya.
"Menarik juga mbak. Sepertinya jauh lebih menarik jika ikut serta," sahut saya. Kembali ia menjelaskan prosedur penting yang harus dilakukan.

"Punya Instagram mas?" tanyanya. Saya menggeleng. Sama dengan twitter, saya belum menemukan titik manfaat jika saya membuatnya. Sebenarnya saya punya, tetapi bertahun mempelajarinya, masih tak paham-paham jua.

"Belum tahu saya cara membuatnya," jawab saya rikuh. Merasa bloon. Gini hari gaptek.

"Begini lho caranya..." katanya sembari menggeser tablet yang dipegang. Saya menyimak. Sebenarnya sudah saya buat sih. Cuma gagal paham terus.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline