Lihat ke Halaman Asli

Imam Tamaim

Writer. Editor. I Live in Jakarta.

Guru Gaptek Memang Masih Ada? Banyak!

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14163039222078297691

Melihat orang sibuk di depan laptop atau komputer, berkutat dengan gadget, tentulah hal yang biasa di perkotaan. Tapi di daerah-daerah terpencil atau di kawasan perkotaan tapi termarjinalisasi, pemandangan seperti itu bisa jadi langka.

Jangan jauh-jauh sampai ke ujung kepulauan Indonesia, di sebagian wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi saja masih banyak yang belum mampu menggunakan internet atau dalam istilah lain masih gaptek.

Kalau kita berkunjung ke sejumlah daerah terpencil, fenomena gaptek ini akan nampak lebih jelas lagi. Tidak saja terjadi di masyarakat umum, tetapi bahkan di lingkungan pendidikan. Banyak guru yang belum bisa menggunakan komputer, lebih-lebih internet. Padahal tahun depan kita sudah harus bersaing dengan bangsa lain dalam arena pasar bebas yang dibungkus kemasan MEA (Masyarakat Ekonomi Asean).

Di kabupaten Labuhan Batu dan Labuhan Batu Selatan (Labusel), Sumatera Utara misalnya. Pada sejumlah sekolah yang pernah kami kunjungi, tidak sedikit guru yang belum melek teknologi.

Di Labusel, beberapa tahun lalu kami pernah menjumpai beberapa unit komputer yang masih baru teronggok begitu saja di ruang laboratorium sebuah sekolah. Semua masih rapih terbungkus plastik. Saat kami tanya kepada pihak sekolah, jawabannya seperti yang sudah kami duga, tidak ada guru yang bisa memanfaatkan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang merupakan sumbangan dari pihak lain itu.

Lalu kami juga menemukan hal yang sama di sekolah yang lain. Komputer mangkrak tidak terpakai karena yang biasa mengoperasikannya telah keluar dari sekolah tersebut. Sialnya lagi, komputer-komputer itu menggunakan password yang dibuat oleh operator yang keluar itu. Kalau saja ada guru yang menguasai TIK tentu saja hal ini tidak akan menjadi masalah.

Hal-hal semacam itulah yang biasa kami temukan di sejumlah sekolah. Namun ada juga yang kondisinya lebih miris dari itu. Selain para gurunya tidak bisa menggunakan perangkat TIK, fasilitas TIK-nya pun tidak tersedia.

Meski begitu, kami melihat secercah semangat dari para guru sekolah yang kami kunjungi. Mereka sebetulnya bukan tidak bisa karena tidak mau belajar, tetapi lebih karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk belajar. Selain minimnya fasilitas pendukung, kadang-kadang yang mau mengajari pun tidak ada.

Sekolah Al-Hidayah Teluk Panji, Kampung Rakyat, Labuhan Batu Selatan, Sumut misalnya bisa menjadi contoh betapa mereka sejatinya mau belajar. Dilihat dari bangunan fisiknya, untuk memenuhi kebutuhan fasilitas sekolah yang standar saja masih kewalahan. Apalagi memenuhi kebutuhan pendukung seperti fasilitas TIK.

Namun demikian, yang membanggakan dari sekolah sederhana ini adalah semangat guru-gurunya. Mereka mau belajar TIK demi mengejar ketertinggalan, meski usia rata-rata mereka sudah tidak lagi muda. Niat mereka hanya satu, bagaimana murid-murid sekolah tersebut bisa menerima manfaat maksimal dari pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran.

Meski baru memiliki dua buah LCD proyektor, dan hanya menggunakan tembok papan yang terkadang berlubang untuk menembakkan sinarnya, tidak berarti semangat para guru di sekolah ini kendur untuk berupaya menjalankan aktivitas belajar-mengajar dengan fasilitas TIK.

Meski jaringan internetjauh dari memadai, sekolah ini pun tetap bertekad mengupayakan sebisa mungkin pengajaran dengan memanfaatkan TIK. Para tenaga pengajar mengakui, TIK terutama internet sangat membantu dalam hal pengayaan bahan ajar. Lokasi sekolah mereka jauh kemana-mana, tapi dengan internet banyak bahan pelajaran, update informasi apa pun yang bisa mereka dapat.Sayangnya, jaringan telepon kami di sini byar-pet, keluh Lasiono, kepala sekolah Al-Hidayah.

Gerakan IndiTIK

Gerakan Indonesia Terdidik TIK (IndiTIK) awalnya berangkat dari keprihatinan kami atas fenomena-fenomena di atas. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan gerakan ini akan meluas tidak hanya menjangkau masalah pemanfaatan TIK di ruang-ruang kelas untuk belajar. Gerakan IndiTIK juga menjadi gerakan bersama untuk mengedukasi masyarakat agar bisa memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi secara sehat dan bernilai edukatif.

Komputer dan internet ibarat pisau bermata dua yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan positif tetapi bisa juga digunakan untuk aktivitas-aktivitas negatif. Dengan melakukan edukasi, masyarakat akan disadarkan bahwa banyak hal positif dari komputer dan internet.

Ada cerita menarik soal betapa senangnya seorang guru mengetahui manfaat internet. Ceritanya Setiap kami selesai melakukan pelatihan tentang komputer dan internet kepada guru di beberapa sekolah, kami meminta testimoni kepada masing-masing peserta. Dalam salah satu pelatihan di daerah Labuhan Batu, seorang guru sempat menitikkan air mata karena senang dan terharu dirinya telah dibukakan pintu menuju sumber pengetahuan baru bernama internet. Dia baru mengetahui jika ternyata banyak ilmu dan pengetahuan yang bisa diketahuinya lewat internet. Dia bahkan menganggap para trainer yang terdiri dari relawan dan mahasiswa itu, layaknya “malaikat” kecil yang diutus Tuhan untuk memberi pencerahan.

Tentu saja masih banyak kisah-kisah unik tentang betapa komputer dan internet masih dianggap sebagai benda langka di sejumlah tempat. Meskipun mereka mengetahuinya tetapi belum tentu sudah bisa atau pernah menggunakannya. Kami berharap gerakan IndiTIK ini bisa membantu menghubungkan mereka dengan dunia yang begitu luas dan kaya, yaitu dunia teknologi informasi dan komunikasi. Namun tetap dengan memberikan edukasi mengenai dampak positif dan negatifnya. Gerakan IndiTIK tidak mungkin bisa berjalan tanpa dukungan bersama, terutama dukungan dari pihak-pihak yang peduli dengan kemajuan bangsa lewat teknologi informasi dan komunikasi.

Tanggal 22 November 2014 nanti, kami berpartisipasi dalam ajang Kompasianival 2014 dengan menempati salah satu stand booth bersama komunitas-komunitas yang lain. Mari bersama, beraksi untuk Indonesia.

(Imam Tamaim, sebagaimana dituturkan oleh tim Djalaluddin Pane Foundation-DPF, inisiator gerakan IndiTIK/foto: Taufik Subarkah).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline