Lihat ke Halaman Asli

Orang Tua Dan Perannya Dalam Pendidikan Agama Anak

Diperbarui: 14 Maret 2024   09:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dewasa ini, lingkungan sekitar perkembangan mental anak semakin dipengaruhi oleh dampak sekularisasi yang terjadi dalam masyarakat luas. Akibatnya, anak memiliki penghayatan iman yang cenderung rendah, semangat beribadah yang menurun, dan pengetahuan ajaran agama yang sebatas ekstrinsik. Namun, sebenarnya pentingkah pendidikan iman bagi anak-anak? Apakah relevan dengan orang tua muda zaman sekarang? Bukankah anak hanya diharapkan dapat unggul secara akademis? Mari kita simak penjelasannya.

Dilihat dari berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi (IPTEK) di masa sekarang, rupanya dapat pula memberikan dampak yang destruktif bagi habit individu. Fenomena paling nyata yang bisa kita rasakan adalah munculnya budaya instan, hedonisme, konsumerisme, materialisme, dsb. Disisi lain, sebenarnya perkembangan IPTEK sudah menjawab persoalan hidup dan memberi harapan manusia. Bahkan, IPTEK telah memberi ruang untuk memenuhi kebutuhan manusia. Seiring dengan perkembangannya, IPTEK dapat memberikan dampak bagi kemajuan daya berpikir kritis dan realistis manusia. Namun, kerap kali yang terjadi, kemajuan daya berpikir kritis dipandang sebagai hal yang bergengsi, kemudian menjadi hal yang adiktif. Orang-orang berusaha mencari kebahagiaan dengan mencari kompensasi yang tidak mendasar, seperti : rasionalisasi kebahagiaan yang berujung menyampingkan peran iman.

Kemajuan IPTEK di lingkungan anak yang memberikan dampak adiktif tanpa disadari telah menggeser penghayatan iman mereka. Dampaknya, anak semakin apatis dan melupakan nilai-nilai sosial. Namun, apa sebenarnya peran iman bagi anak? iman dapat mendukung perkembangan spiritual yang diperlukan dalam pertumbuhan psikologis anak. Lebih dari itu, dengan beriman anak diharapkan hidupnya dapat terarah lebih baik seiring dengan tumbuh dewasa di masyarakat sesuai dengan ajaran moralitas agama. Iman dapat menggerakan hidup, membantu seseorang menemukan makna hidup, dan memberikan seseorang harapan baru. Mekanisme iman itu sendiri sebenarnya membuat manusia berefleksi dan berpikir sekaligus membantu pengenalan diri. Karena konsekuensi logis beriman adalah pengenalan diri, maka iman tidak menjadi sebatas latihan rohani melainkan konsep yang menetap dalam diri manusia sehingga ia semakin berakal budi. Penghayatan iman tidaklah membuat seseorang menjadi kudus. Namun, iman mampu mengatasi pengalaman kekuatiran dan kerapuhan yang dialami manusia melalui makna dan pandangan positif. 

Bila dilihat dari tujuan luhurnya, pertumbuhan iman anak bukanlah proses yang bisa muncul dengan sendirinya, melainkan sesuatu yang timbul karena diberikan, diwariskan, dibina, serta diajarkan melalui pengalaman kedekatannya bersama orang tua sebagai sekolah kasih pertama. Maka, peran orang tua dalam pertumbuhan iman anak sangat penting dalam keberlangsungannya. Penting bila orang tua bukan hanya mengasihi anak tapi juga memastikan bahwa anak merasa dikasihi (menciptakan kepercayaan pada anak), karena cinta kasih hanya dapat tumbuh dan berkembang atas dasar suasana kepercayaan. Orang tua dengan caranya masing-masing yang unik hendaknya memiliki pola asuh yang mendukung pertumbuhan iman anak di tengah tantangan zaman yang penuh dengan sekularisasi. Setelah melihat cara kerja iman, kita dapat menyimpulkan bahwa cinta kasih menjadi motivasi dasar dalam beriman dan membina iman. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline