Lihat ke Halaman Asli

Bahaya Intelektualisme Zaman Now

Diperbarui: 14 Maret 2024   09:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan adalah komponen dasar bagi individu dalam mewujudkan generasi yang cerdas dan berkualitas. Sebab itu, setiap generasi penting untuk menyadari cita-cita luhur dari proses pendidikan itu sendiri. Di samping itu, potensi tenaga pengajar juga sangat esensial agar kegiatan belajar-mengajar dapat berjalan efektif dan efisien. 

Idealnya, berdasarkan UURI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, dikatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar. Jauh daripada itu, peserta didik secara aktif juga dapat  mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Terlepas dari gagasan tersebut, pada praktiknya sering kali usaha yang sadar dan terencana tersebut tidak diindahkan. Sehingga, suasana belajar yang tercipta hanya sebatas formalitas di kelas tanpa menyentuh sasaran dimensi afeksi peserta didik. Fenomena ini dapat disebut juga sebagai praktik intelektualisme.

Dikutip dari Cambridge University, Intelektualisme adalah kemampuan memikirkan atau mendiskusikan suatu subjek secara mendetail dan cerdas, tanpa melibatkan emosi atau perasaan. Sederhananya, intelektualisme dapat diartikan sebagai praktek sharing intelektual tanpa adanya pendekatan emosional. Ini sebenarnya mau mengatakan bahwa selain peningkatan secara akademis, pendidikan juga harus melibatkan sasaran aspek kejiwaan individu. Hal ini bila kurang diperhatikan dapat menimbulkan gejala yang menghambat proses pengembangan diri individu. Tentu tujuan output pendidikan akan kurang berhasil karena 3 komponen dasar individu (kognitif, afektif, dan konatif) tidak terpenuhi dengan baik.

Jadi, seorang tenaga pengajar sebaiknya mengenali gejala intelektualisme dalam praktik mengajar. Selain itu, hendaknya guru juga memahami bahwa karakteristik setiap peserta didik berbeda-beda, sehingga memerlukan penanganan yang berbeda-beda pula dalam menghadapinya. Setiap tingkat jenjang pendidikan memiliki kompleksitasnya masing-masing, sehingga hal ini perlu dipahami agar kegiatan belajar mengajar tetap bisa sejalan dengan tujuannya. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline