Ilmu sosial dan kesehatan masyarakat memiliki kaitan yang sangat erat. Hal ini dikarenakan keduanya memiliki prinsip dasar yang serupa, yaitu sama-sama memperjuangkan keadilan sosial. Agen kesehatan masyarakat memperjuangkan keadilan sosial dan melihat kesehatan masyarakat sebagai bagian penting dari keadilan sosial. Beberapa ilmu sosial dan perilaku yang berkaitan langsung dengan kesehatan masyarakat yaitu psikologi, antropologi, sosiologi, ilmu politik, dan kebijakan publik, ekonomi, komunikasi, demografi, dan geografi.
Pengaruh budaya pada kesehatan, dimana budaya memiliki arti apa yang baik dan buruk, serta apa yang sehat dan tidak sehat yang secara tidak langsung, budaya mempengaruhi kebiasaan sehari-hari. Bagaimana cara budaya mempengaruhi kebiasaan? Yaitu dengan cara budaya berhubungan dengan respon terhadap penyakit dan intervensinya. Contohnya : Kepatuhan terhadap pengobatan dan penerimaan terhadap hasil yang merugikan.
Penyakit Tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh bakteri Myobacterium Tuberculosis yang menyerang hampir semua organ tubuh manusia dan yang terbanyak adalah paru-paru. Sampai saat ini TB masih menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Indonesia merupakan salah satu dari 22 negara dengan angka kejadian TB terbanyak didunia. Sebagian besar angka kejadian kasus TB (95% dan angka kematiannya 98%) terjadi dinegara-negara berkembang.
Cara pengobatan TB yaitu dengan menggunakan antibiotik. RIfampisin (RIF), Isoniazid (INH), Etambutol (EMB), Streptomisin dan Pirazinamid (PZA) yang dikonsumsi selama 6 bulan telah dimanfaatkan selama bertahun-tahun sebagai anti TB. Namun, banyak kejadian penderita TB telah menunjukkan resistensi terhadap obat TB.
TB resisten obat (TB RO) masih menjadi ancaman dalam pengendalian TB dan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama dibanyak negara. Secara global pada tahun 2019, diperkirakan 3,3% dari pasien TB baru dan 17,7% dari pasien TB yang pernah diobati merupakan pasien TB resisten obat.
Hambatan dalam mencapai angka kesembuhan yang tinggi terhadapat penyakit TB adalah ketidakpatuhan berobat, tidak teratur menelan panduan OAT, menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya oleh penderitanya. Tingginya angka putus berobat dapat mengakibatkan tingginya kasus resistensi bakteri terhadap obat anti TB.
Bagaimana cara mengubah kebiasaan individu untuk mencegah kejadian resistensi obat TB?
Kebiasaan dari seorang individu seringkali memiliki hubungan yang umum dengan penyakit, kelainan dan kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Namun, hal itu bukan berarti untuk memahami kebiasaan dari seseorang. Faktor-faktor yang juga mempengaruhi yaitu:
- Faktor downstream : hal-hal yang secara langsung melibatkan individu tersebut dan dapat diubah dengan intervensi individual, seperti kecanduan nikotin
- Faktor mainstream : hal-hal yang merupakan sebuah dampak yang dihasilkan dari hubungan seseorang dengan kelompok yang besar atau suatu populasi, seperti tekanan dari kelompok untuk merokok ataupun sembuh dari suatu penyakit
- Faktor upstream : seringkali didasarkan pada struktur sosial dan peraturan.
Oleh karena itu, perubahan dari sebuah kebiasaan seringkali membutuhkan lebih dari sekedar motivasi individu dan keputusan untuk berubah. Hal tersebut juga membutuhkan dorongan dari kelompok mulai dari keluarga dan teman sampai dengan rekan kerja. Tidak hanya itu, dibutuhkan pula kebijakan sosial dan harapan yang dapat memperkuat individu tersebut.
Kesimpulan yang dapat kita ambil dari tulisan diatas adalah, besarnya hubungan ilmu sosial dan perilaku pada pencegahan TB resisten obat pada penderita TB. Yaitu dengan mengubah kebiasaan suatu individu disertai dengan dorongan dari kelompok terutama keluarga, dapat mencegah terjadinya kasus resisten terhadap obat anti TB, dan dapat menurunkan kejadian kasus dari TB itu sendiri pada masyarakat.