Lihat ke Halaman Asli

Talitha MarsyaNurathifah

Mahasiswa Ilmu Ekonomi Syariah IPB Universtity

Hemat atau Konsumtif? Memahami Konsumsi dalam Prinsip Islam

Diperbarui: 22 Maret 2024   10:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pola konsumsi masyarakat yang tinggi merupakan kebiasaan yang tidak baik dan memberikan beberapa dampak negatif untuk diri sendiri, maupun lingkungan sekitar. Oleh karena itu, dalam islam kita diajarkan untuk hidup dengan mengkonsumsi sesuatu secara secukupnya. Bagaimana pola konsumsi dalam islam? apakah kebiasaan kita sebagai konsumen sudah sesuai dengan prinsip islam? Manfaat apa yang ditimbulkan jika kita menerapkan kebiasaan konsumsi yang sesuai prinsip islam?

Selama tahun 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara spasial masih terus meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Ekonomi Indonesia triwulan 11/2023 dibanding triwulan 11/2022 (y-on-y) mengalami pertumbuhan sebesar 5,17 persen. Pertumbuhan tersebut terjadi pada semua lapangan usaha.  Pertumbuhan ekonomi yang meningkat dapat memberikan dampak yang signifikan pada kehidupan, salah satunya yaitu daya konsumsi yang juga akan meningkat. 

Konsumsi merupakan aktivitas ekonomi yang vital, bahkan sering dianggap sebagai yang paling penting. Dalam ekonomi konvensional, perilaku konsumsi dikendalikan oleh dua nilai kunci, yaitu rasionalitas dan utilitas. Kedua nilai tersebut membentuk pola konsumsi yang cenderung hedonistik-materialistik, individualistik, dan boros. Secara singkat, prinsip dasar konsumsi adalah bahwa manusia akan mengkonsumsi apa pun dan sebanyak apa pun asal anggarannya mencukupi dan memberikan kepuasan maksimum. Akan tetapi, dalam Islam, konsumsi tidak dilihat seperti itu karena ada aturan etika konsumsi yang harus diikuti. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana teori konsumsi diterapkan dalam Islam (Furqon 2018)

Dalam Islam, prinsip konsumsi yang diterapkan tidak hanya sekedar menghabiskan nilai penggunaan suatu barang atau jasa dengan memaksimalkan dana yang ada, tetapi konsumsi tersebut dapat berguna bagi kemashlahatan kehidupan yang kita jalani. 

Ketika memenuhi kebutuhan primer, sekunder, atau tersier, manusia harus mematuhi lima prinsip konsumsi, yakni prinsip keadilan, kebersihan, kesederhanaan, kemurahan hati, dan moralitas.

Dalam islam berikut adalah hal yang perlu kita perhatikan sebagai konsumen

  1. Pembelanjaaan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan (QS Al-Israa: 29) 

  2. Membelanjakan harta tidak hanya untuk barang-barang yang bersifat duniawi semata, melainkan turut pula untuk keperluan di jalan Allah SWT (fi sabilillah) (QS Al-Israa: 26)

  3. Mempunyai tingkat konsumsi yang lebih kecil daripada konsumen non-muslim dikarenakan konsumsi hanya diperbolehkan untuk barang-barang yang halal dan thayib dengan motivasi memenuhi kebutuhan saja (bukan keinginan), sehingga kelebihan harta dapat dioptimalkan untuk meningkatkan belanja amal shaleh (QS Al-Maaidah : 93) 

  4. Tidak hanya mengumpulkan kekayaan melalui tabungan, tetapi juga perlu melakukan investasi yang dapat meningkatkan sirkulasi uang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menunjukkan kepedulian terhadap sesama.

Dengan menerapkan kebiasaan konsumsi yang sesuai dengan ketentuan al-Qur'an dan as-Sunnah dapat membawa kita dalam mencapai keberkahan dan kesejahteraan.  Konsumsi yang tepat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dengan menyediakan akses terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari. Konsumsi yang sehat dan seimbang juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan memicu permintaan atas barang dan jasa. Hal ini dapat merangsang produksi dan menciptakan lapangan kerja.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline