“Terima kasih! Harga di menu Anda sudah termasuk uang pelayanan,” tampik pramusaji itu ramah sewaktu saya menyelipkan persenan sekedarnya di bawah cangkir kopi. Dandanannya trendi—rambut hitam terurai, celak mata legam, dan rok balerina ala penyanyi idola Björk. Barangkali, ia sadar sering diperhatikan tamu-tamu. Senyumnya terus mengembang di sudut bibirnya.
[caption id="attachment_221229" align="aligncenter" width="600" caption="Foto: Dokumentasi Pribadi"][/caption]
Björk sendiri, sudah lama ‘hengkang’ dari daftar hits tangga musik. Namun, jejaknya masih jelas di penjuru Reykjavik, ibukota Islandia. Satu akhir pekan di Reykjavik membuktikan, Björk adalah duta Islandia. Negara mini ini amat peduli dengan biduanita eksentrik itu, mengingat tak banyak selebriti Islandia dikenal awam. Tak heran, Islandia baru sepenuhnya merdeka dari Denmark pada 1944.
Sepintas, negara mungil berpenduduk 330.000 jiwa ini terlihat tentram dan damai. Individual tapi tetap solider. Awas, jangan silaf… Islandia terletak di salah satu lempeng vulkanik teraktif di dunia. Awal abad XX, negara ini termasuk negara miskin di Eropa. Kini, kemelaratan itu tak ada lagi bekasnya. Itik buruk rupa telah menjelma jadi angsa rupawan.
Menyitir World Database of Happiness keluaran Erasmus Universiteit di Rotterdam, Islandia menempati posisi ketiga negara paling hepi sedunia dan memiliki angka kriminalitas terendah secara mondial. Negara ini juga dikenal sebagai ‘surga’ kaum feminis. Persentase perempuan yang bekerja termasuk tertinggi di Eropa. Baru-baru ini, Islandia melarang pula kelab-kelab striptease.
[caption id="attachment_221227" align="aligncenter" width="600" caption="Foto: Dokumentasi Pribadi"]
[/caption]
Namun, krisis perbankan yang merebak mulai 2008 masih meninggalkan luka. Akibat krismon ini, banyak penduduk Islandia kehilangan tabungan dan tunjangan hari tuanya. “Leluhur kami dulu tak punya apa-apa dan hidup jauh lebih sengsara,” ujar resepsionis di penginapan saya enteng. Saya terkesima mendengar ucapannya. Nasionalisme itu boleh jadi ‘juru selamat’ Islandia.
Cinta tanah air ini sangat tinggi kadarnya. Bioskop-bioskop di Reykjavik kebanyakan memutar film-film produksi lokal dengan subtitle Bahasa Inggris. Agenda gedung kesenian dipenuhi konser band dan komponis setempat. Penginapan saya menawarkan makan malam di keluarga asli Islandia. Atribut suku bangsa Viking dan bendera khasnya terlihat di mana-mana.
Kadang, nasionalisme berlebihan segera dituding penyulut sauvinisme. Tak demikian halnya di Islandia. Nasionalisme mereka justru terkesan ‘jinak’. Bahkan, Islandia tak punya satuan tentara. Mungkin, karena posisinya di ujung duniadan termasuk negara muda. 2006 silam, kelompok musisi Sigur Rós sebelum menutup tur internasionalnya, mengadakan pergelaran cuma-cuma.
Dokumenter napak tilas band indie itu jelas menggambarkan alam garang Islandia. Pemandian termal Blue Lagoon, desa-desa terisolir, dan kawah belerang mendesis. Tak usah gusar… Reykjavik menyimpan 12 Tónar, gerai musik terbaik di Eropa menurut panduan wisata Lonely Planet. Urusan perut, dapur Islandia banyak menggunakan ikan, kerang-kerangan, dan domba.
“Sjávargrillid,” kata orang Islandia. Ikan bakar dan tiram segar berbumbu minimalis ini mudah ditemui di pelosok Reykjavik. Kalau Anda tega, bisa mencicipi steak ikan paus. Kok bisa? Negara progresif mengizinkan konsumsi satwa langka? Ah,anggap saja bagian budaya mereka. Sedikit respek pada porsinya. Tak bakal usai bila diperdebatkan di sini.
[caption id="attachment_221228" align="aligncenter" width="600" caption="Foto: Dokumentasi Pribadi"]
[/caption]
Adakah suara sumbang dari ‘negeri dongeng’ di utara Samudra Atlantik ini? Penduduk menentang pembangunan waduk terbesar di Eropa, pemasok enerji sebuah pabrik aluminium. Rakyat gusar, habitat mereka diusik. Aktor Tom Cruise dan beberapa taipan Cina disinyalir akan membeli lahan di Islandia. Warga pun masal protes dipimpin oleh—siapa lagi kalau bukan—Björk.
Ekologi dan komersialisasi susah bergandengan. Masyarakat khawatir, campur tangan milyuner bakal mendongkrak harga tanah di Islandia. Jaminan finansial untuk masuk Uni Eropa pun jadi bulan-bulanan orang Islandia. Negara berlimpah gunung, gletser, saga, keturunan Viking, dan aktivis feminis ini punya cara sendiri menghadapi krisis. Mereka tidak sungkan menolak uang tip!
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H