Kebebasan pers adalah hak yang diberikan oleh badan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebar luaskan, pencetakan dan penerbitkan surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah. Kebebasan pers di Indonesia secara resmi diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4 di dalam ayat 1 yang menyebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, ayat kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, ayat ketiga bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat keempat bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain dalam pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Kebebasan pers pada umumnya akan berbeda di setiap negara disesuaikan dengan bentuk sistem pemerintahan yang di anut di negara tersebut.
Indonesia menganut sistem pemerintahan demokrasi, dimana ada kebebasan pers yang bertanggung jawab yang diberikan kepada media baik media cetak maupun media elektronik. Namun, dalam beberapa tahun terakhir kebebasan pers dalam berekspresi secara perlahan nampak semakin terkekang. Menurut data World Press Freedom Index 2015 yang dirilis Reporters Sans Frontiers (Prancis), Indonesia berada di posisi merah, ranking 138 dari 180 negara yang berarti terdapat kelemahan dalam kebebasan pers. Hal ini terjadi karena kehadiran undang-undang yang berpotensi membatasi kebebasan berpendapat dan pers, seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Intelijen dan RUU Kerahasiaan Negara yang bertentangan dengan UU Keterbukaan Informasi Publik.
Faktor diatas menyebabkan meningkatnya kasus kekerasan terhadap jurnalis yang menurut data yang diperoleh justru sebagian besar kasus kekerasan yang terjadi, dilakukan oleh Polisi, 1 kasus dilakukan oleh anggota DPR, dan 3 kasus oleh Bupati. Oleh karena terjadinya hal ini semakin memperlihatkan sempitnya ruang untuk jurnalis dan media dalam berekspresi di negara Demokrasi ini.
Menurut saya, polisi sebagai satuan pengamanan NKRI seharusnya menjalankan fungsi dan tugasnya menciptakan keamanan dan kenyamanan dalam segala situasi, dan dalam hal ini juga diharapkan dapat mengusut hingga tuntas segala kasus kekerasan terhadap jurnalis, bukannya justru menjadi penghalang dalam kebebasan pers bagi jurnalis dan media. Karena jelas adanya undang-undang yang mengatur kebebasan pers sehingga, aktifitas pencarian informasi yang dilakukan jurnalis dan media bukanlah merupakan hal melaggar hukum. Sebagai warga negara Indonesia kami juga tentu mengharapkan informasi yang transparan, terbuka, dan terus menerus diberikan secara cepat dan tepat kepada warga negara yang diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan intelektualitas masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H