Shadaqah Jual Beli
Sepertinya ini memang konsep shadaqah yang paling sederhana yang belum pernah diajarkan orang tua atau guru kita.
Konsepnya sederhana dan mudah.
Ketika jenengan membeli barang dari seorang penjual, jenengan tidak melakukan penawaran sama sekali, maka itulah shadaqah jenengan.
Tetapi ketika jenengan melakukan penawaran dan terjadilah kesepakatan harga sesuai penawaran jenengan, maka sebenarnya kita sedang menerima shadaqah dari penjual tersebut.
Konsep ini menyenangkan, karena sejatinya dalam muamalah tidak boleh ada unsur paksaan.
Misal, kita sebagai penjual, merasa rugi karena 'memberi' barang sesuai penawaran konsumen, maka 'iman' lah yang harus diperjuangkan dalam hati. Rezeki Allah luas dan lebih besar dari apa yang kita sudah berikan pada konsumen.
Misal kita sebagai pembeli, merasa rugi karena 'membeli' barang tidak sesuai harga pasaran karena jauh lebih mahal (apalagi jika penjualnya adalah rakyat jelata/lemah) maka sekali lagi 'iman' jugalah yang harus diperjuangkan.
”… ada yang memandang apa yang diinfakkannya (di jalan Allah) sebagai suatu kerugian; dia menanti nanti mara bahaya menimpamu, merekalah yang akan ditimpa mara bahaya. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS At Taubah, 9: 98)
Kita sudah membantu perekonomian nya walau mungkin sedikit dan sepele. Kita sudah ikut membantu perjuangan orang tua yang berdagang dan di belakangnya mungkin ada anak 'yatim' yang harus dibesarkan. Mungkin di belakang penjual ini, ada rumah sederhana yang di dalamnya setiap hari terdengar lantunan ayat suci Al Quran dan ditegakkan shalat di dalamnya. Mungkin ada 'tangisan' seorang istri yang gemar shalat malam agar suaminya bisa pulang membawa beras dan makanan.
Mungkin bisa jadi, pedagang ini adalah pengurus rumah Allah yang tiap hari ia bersihkan.
Dan jangan lupa, hati orang muslim yang senang biasanya ia akan mengucap alhamdulillah, dan spontan akan berdoa atas keberkahan yang sudah kita berikan sebagai pembeli.
Indah sekali konsep shadaqah ini.