Iin Windhi Indah Tjahjani adalah kawan sekelas penulis di salah satu SMA negeri di Semarang. Karakternya yang kuat, cerdas, dan mandiri adalah modal hidup yang dimiliki Iin sejak SMA dahulu. Hidup keluarga yang sederhana menempa Iin terbiasa hidup keras, penuh perjuangan dan apa adanya.
Banyak teman SMA yang sudah terpisah jarak dari saya sejak kepindahan ke Bali. Namun, berkat media sosial akhirnya saya bisa bertemu bersama kawan-kawan SMA, salah satunya adalah Iin. Dan membuat saya sedikit bangga, ternyata Iin adalah seorang pengrajin batik Semarangan yang tergolong berhasil. Di usianya yang ke-40 Iin tetap terlihat masih segar dan bersemangat, setidaknya itulah kesan yang saya dapat saat bertemu dengan Iin di rumah saya melayat Almarhumah Ibu saya di tahun 2014.
"Cerita hidup saya panjang," kata Iin memulai pembicaraan mengisahkan perjalanan hidupnya.
Awalnya di tahun 2006 para peneliti batik semarang yang terdiri dari para dosen dan ilmuwan sastra budaya Universitas Diponegoro dan ibu walikota (Shinto Sukawi) ingin menghidupkan lagi batik semarangan yang hampir punah dan kurang diminati khalayak.
Mereka mendidik 20 orang untuk belajar membatik dan Iin termasuk salah satu pesertanya. Selama 1 bulan pelatihan berlangsung, Iin langsung bisa merasakan adanya kesempatan untuk berdikari dan merintis batik semarang dengan modal usaha dari nol.
Kehidupan sedemikian kerasnya memacu semangat Iin seusai pelatihan membatik itu. Hanya 1 bulan saja, Iin diberikan pelatihan dasar membatik. Benar-benar hanya dasar pembuatan batik, bukan proses pembatikan secara keseluruhan. Dan Iin tetap bersemangat mencoba apa yang sudah ia pelajari menjadi sebuah hasil karya batik semarangan.
Dengan bermodalkan 3 canting dan uang 50 ribu rupiah, Iin mulai membuat batik sendiri. Memakai kompor dan wajan seadanya (yang seharusnya wajan itu berada di dapur untuk memasak) Iin mulai membuat batik.
Karya pertamanya adalah sebuah taplak meja.
Iin Windi Indah Tjahjani, Perajin batik khas Semarang