Lihat ke Halaman Asli

Agung Soni

TERVERIFIKASI

Pak Didik, Penjual Empal Gentong Menolak Umroh Gratis

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertengahan Januari 2014 lalu, saat keluar dari pintu masjid Suci Pekambingan, Denpasar, saya dikejutkan oleh sapaan dari seseorang yang sering saya temui berjualan empal gentong di Masjid Agung Sudirman Denpasar. Pria semampai bertubuh kurus itu menyalamiku. Ada raut kegembiraan yang memancar dari wajahnya.

"Assalamu'alaikum Mas Soni", sapanya. "Wa'alaikumsalam. Pak Didik tho..", jawabku. "Mas, kalau mengurus paspor bagaimana caranya ya?", tanya Pak Didik tiba-tiba. Saya pun menjelaskan dengan pelan-pelan pada Pak Didik.

"Ini mas, alhamdulillah, saya mau diberangkatkan umroh gratis dari seorang pelanggan yang baik. Saya senang , Mas. Allah mengabulkan doa-doa saya selama ini. Saya minta tiap tahajud agar bisa beribadah di tanah suci. Sekali seumur hidup saja", cerita Pak Didik.

"Kemarin orangnya datang ke saya sambil makan. Terus gak nyangka kok nawarin saya "mau umroh Pak?", ya jelas saja saya jawab ya. Dia bilang, ya sudah bapak urus paspor secepatnya nanti berangkat bulan depan. Semua biaya perjalanan dan ongkos biar saya tanggung. Bapak ngurus paspor saja.", tutur Pak Didik lagi.

"Saya tiap habis jualan, dapat uang selalu saya sisihkan, Mas. Ada kaleng kecil saya kasih tulisan "Buat Haji Umroh". Tapi entah kenapa, setiap sudah ngumpul banyak selalu saja ada keperluan keluarga yang harus saya keluarkan dari kaleng kecil itu. Yang anak sakit, istri melahirkan, orang tua saya di kampung minta dipinjamkan , pokoknya semua usaha tabungan saya selalu habis. Saya tidak putus asa. terus saya berdoa sambil nabung sedikit demi sedikit. Tetap saja tidak bisa, Mas."

"Mungkin inilah cara Allah menjawab keinginan saya untuk pergi umroh", kata Pak Didik haru.

[caption id="attachment_324064" align="aligncenter" width="582" caption="Pak Didik di pelataran Masjid Agung Sudirman Denpasar (dok.pribadi)"][/caption]

Tentu saja kisah Pak Didik ini begitu membuat saya terdiam. Kagum dan salut kepada beliau. Usaha perjuangan beliau memang keras. Sejak pagi buta, pukul 03 pagi ia sudah ke pasar mencari semua bahan keperluan untuk jualan nanti siang. Dari daging sapi , sayur, dan semua bumbu-bumbu. Setelah semua dipersiapkan, pukul 10 pagi, Pak Didik sudah mulai mendorong gerobak jualannya dari rumahnya di Pekambingan menuju Masjid Agung di jalan Sudirman Denpasar. Pukul 04 sore dagangan Pak Didik sudah habis. Kembali ia mendorong gerobaknya untuk pulang.

Sebulan berselang, sore ini selepas Ashar saya menemui Pak Didik untuk tombo kangen dengan empal gentong yang dijualnya. Rasanya enak dan maknyus , kata orang. Dengan harga terjangkau dan kebersihan serta halalnya makanan, saya selalu menjadi pelanggan setia empal gentong Pak Didik. Oh iya, kalau belum ada yang tahu apa itu empal gentong, sedikit akan saya jelaskan.

Makanan ini mirip dengan gulai (gule) dan dimasak menggunakan kayu bakar (pohon mangga) di dalam gentong (periuk tanah liat). Daging yang digunakan adalah usus, babat dan daging sapi. Selain menggunakan kayu bakar dan gentong, makanan ini disajikan menggunakan kucai dan sambal berupa cabai kering giling. Empal gentong dapat disajikan dengan nasi atau juga lontong. lontong menurut orang cirebon hanyalah beras yang dimasukan kedalam daun pisang yang sudah dibentuk silinder, tidak ada campuran lainnya.

Itu sekilas saja tentang empal gentong. Bikin kepengin ya?... hehehe...maaf maaf.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline