Lihat ke Halaman Asli

Pantaskah Kita Disebut Anak?

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tulisan ini Copas dari http://takula.blogdetik.com

Pertanyaan, yang juga menjadi judul posting ini, sebenarnya sudah lama menyerang alam berfikir saya, pantaskah kita disebut anak? hhmm…tentu ada yang berfikir, maksudnya pertanyaan ini apa. Sama halnya saya pernah melontarkan pertanyaan ini ke saudra, teman, sahabat dan orang-orang yang saya kenal. Ada yang menganggap saya gila, melontarkan pertanyaan tolol dan idiot seperti itu, pertanyaan yang menurut sebagian teman saya adalah referensi dari kejiwaan saya yang mulai terganggu.

Biasakan mohon maaf setiap saat pada orang tua

Apapun tanggapan mereka saya hanya mampu tersenyum, saya tidak kan membantah apa yang mereka jawab, saya gila, idiot, tolol, bahkan bodoh. Mereka benar pada versi pemikiran mereka, saya juga benar pada versi pemikiran saya, tetapi lebih dari sekedar versi mereka dan versi saya, mereka belum menyadari bahwa pertanyaan itu adalah renungan untuk kita semua.

Pantaskah kita disebut anak? Kalimat ini merupakan renungan untuk kita semua, seberapa besar bakti kita kepada orang tua? Seberapa besar cinta kita kepada orang tua? Dan seberapa besar kemampuan kita menjaga nama baik dan perasaan orang tua. Kadang kita berfikir sempit, kita lahir bukanlah kehendak kita, bukanlah permintaan kita untuk dilahirkan, orang tualah yang menghendaki kita lahir. Mungkin dengan keterbatasan akal saya, saya pun bisa berprinsip saya lahir bukan kehendak saya, apalagi sampai harus meminta dan memaksa orang tua harus melahirkan saya.

Tetapi, bila kita menelaah lebih jauh, mengapa kita lahir meski kita tidak pernah menghadap orang tua memohon untuk dilahirkan, itu semua terjawab dengan satu kata namun bermakna luas, yaitu “cinta”. Ya, cinta. Cinta kedua orang tualah yang menyebabkan kita lahir, cinta orang tua yang mempelihatkan kita dunia ini sebagai anugerah Tuhan.

Dengan dasar cintalah, orang tua kita dilahirkan, sehingga hiduplah kita yang juga siap menurunkan keturunan. Lalu apakah semua hanya berdasar pada cinta semata? Tidak juga, selain cinta ada juga takdir. Takdir juga yang menggiring kita lahir, dan membatasi kehidupan dan kematian kita. Takdir juga yang menghendaki kita untuk hidup dan mati. Lalu, apa motif takdir itu menggiring kita hingga lahir kemuka bumi? jawabannya tetap cinta. Cinta siapa? cinta Allah kepada hambaNya, cinta Allah pada alam semesta, cinta Allah atas apa yang diciptakanNya.

Pantaskah kita disebut anak? Kadang kita kita suka membangkang, menentang, dan zalim kepada orang tua. Padahal mereka melahirkan kita dengan segala cinta. Berapa kali kita menyakiti hati keduanya? Berapa banyak kata-kata bantahan tak sopan kita lontarkan, seberapa tinggi suara kita ketika kita sedang mendongkol kepada mereka, dan berapa kalimat kita yang keluar ketika kita tak senang dimarahi, dicibir, bahkan ditindaki?

Perhatikan disekitar kita, perhatikan ibu yang sedang mengandung usia enam hingga sembilan bulan. Tanyakan pada mereka, apakah mereka tersiksa dengan keadaannya yang berbadan dua? Tanyakan pada mereka apakah mereka tidur dengan baik ketika ibu mengerang kesakitan karena mengandung. Mungkin mereka menjawab dengan benar sesuai apa yang kita tanyakan, tetapi bila ditanya mengapa juga mau hamil dan melahirkan, tentu mereka menjawab, aku mencintai suamiku, suamiku mencintaiku, dan cinta kamilah yang menyebabkan lahirnya calon manusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline