Lihat ke Halaman Asli

Reka, Si Mungil yang Hilang

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Cepat,ikuti dia"ketika terdengar derit pintu dibuka lalu ada bunyi klik pertanda bahwa pintu kembali lagi ditutup.Suara ibu memecah bunyi rintik hujan yang jatuh diatas bubungan rumah.Cepat sekali ia menyelesika doanya setelah magrib.
Kali ini aku memang benar-benar tak berani membantah perintah ibu.Doaku yang tinggal separuh lagi cepat kutanggalkan.Kusambar lampu senter yang bergantung didinding.Takut jikalau diluar nanti listrik padam.

Satu persatu rintik hujan yang masih gerimis sisa sisa hujan deras tadi sure membasahi rambutku.Lalu titik titik itu mengalir jatuh kemata.Aku mengusapnya , lampu senter ku apit diketiak.Aku berjalan sambil memperbaiki payung yang usianya sudah ujur.Perlu waktu dan kehati hatian membukanya.Sementara kakiku terus melangkah tergesa .Menyusul sesosok bayang  didepan sana.

Kudekatkan payung kearah kepalanya.Kami berpayung berdua .Ditengah hujan gerimis setelah sholat magrib.Sesekali kunyalakan lampu senter,menyorot diantara seluk bangunan,kadang disudut sudut manapun yang gelap tak terterangi lampu listrik disamping jalan.Sekali- kali dia mengiringi sorot sintar yang kuarahkan.Lain kali dia juga mengarah kan pandangannya ke lain sudut.

"Kemana lagi aku harus mencari siReka?"Sebuah pertanyaan diajukannya dengan nada datar penuh keputus asaan.Sebuah pertanyaan yang ia takkan memperdulikan aku akan menjawab atau tidak.Sebuah pertanyaan yang jika aku menjawab tentang sebuah   kepastian ,jawaban yang jika aku menuruti kemauan tujuan pertanyaannya, ia akan melonjak kegirangan.Mengalahkan gigil yang mendera tubuh,mengalahkan rintik gerimis.

Dibawah payung ,selepas magrib,hujan lebat sore tadi masih menyisakan gerimis.Aku menggigil ketika angin berhembus,kupegang erat erat gagang payung yang hampir terlepas.Tempias air hujan menerpa wajah.Lagi lagi lampu senter kuapit kan keketiak,agar aku bisa mengusap wajah,lalu menggosok-gosokkan mataku yang terasa perih karena air hujan.Sementara ia,sosok yang disampingku tak bergeming oleh dingin yang menggigil.Matanya nanar mencari disudut sudut gelap.

Isya hampir tiba, tapi kami tidak menemukan reka.Kami sudah jauh berjalan. Pos ronda,warung warung dipinggir jalan dan pasar,surau ,mesjid,lorong lorong gelap,kolong kolong meja kursi warga diteras rumah, hingga bawah rumah panggung warga.Tak luput dari sorotan lampu senter kami.Tapi kami tidak menemukan Reka.

"Kasian sekali kamu Reka, pasti kamu kedinginan.Kemana kamu perginya Reka.?"Selalu saja itu yang ia bicarakan.Entah seberapa berarti sekali sosok yang bernama Reka tersebut dihatinya.

---------    *******************    -----------------

Jujur sekali aku sebenarnya sangat tidak menyukai sosok yang bernama Reka.Tapi ketika aku melihatnya menangis, ketika sudah dua hari sosok Reka tidak muncul .Aku benar benar tidak tega melihatnya.Aku berharap saat seperti ini sosok Reka datang tiba tiba dari kegelapan dan langsung menyapa.Ah betapa gembiranya ia. Aku juga akan ikut gembira melihat ia gembira.

"Biarlah reka menghilang,mungkin ia sudah jadi milik orang lain.Bukankah banyak pengganti yang lebih baik dari Reka.Nanti aku akan bantu mencarikannya".

"Tidak aku sudah jatuh hati sama reka. Aku tak mau yang lain.Mereka itu jahat karena telah menyesatkan Reka."Kini ia mulai menuduh yang lain,penyebab reka menghilang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline