Pasca runtuhnya rezim Presiden Bashar al-Assad di Suriah, Israel melanggar batas wilayah tetangganya dan melancarkan serangkaian serangan.
Sejak kepergian dramatis al-Assad ke Rusia pada hari Minggu, Israel telah melakukan lebih dari 400 serangan terhadap Suriah. Terlepas dari protes PBB, Israel juga menggelar operasi militer di zona penyangga yang telah menjadi batas pemisah antara kedua negara sejak 1974.
Militer Suriah (pada Selasa, 10/12/2024) mengatakan bahwa Angkatan udara Israel telah melakukan serangan selama dua hari terakhir dan menargetkan sebagian besar situs-situs militer, dikutip dari CNN, Jum'at, 13 Desember 2024.
Lalu, mengapa Israel menyerang Suriah?
Israel telah membenarkan serangannya terhadap Suriah selama bertahun-tahun dengan mengklaim bahwa serangan tersebut ditujukan untuk menghancurkan target militer Iran. Namun, Iran menyatakan bahwa tidak ada pasukannya yang saat ini berada di Suriah, dikutip dari ALJAZEERA, (Jum'at, 13/12/2024).
Israel mengklaim bahwa mereka berupaya mencegah senjata jatuh ke tangan "ekstremis," sebuah istilah yang diterapkannya pada berbagai kelompok berbeda. Baru-baru ini, istilah tersebut digunakan untuk merujuk pada Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok oposisi utama Suriah yang memimpin operasi untuk menggulingkan al-Assad.
Israel mengatakan bahwa mereka telah menargetkan fasilitas militer, termasuk gudang senjata, depot amunisi, bandara, pangkalan angkatan laut, dan pusat penelitian. Israel juga telah mengerahkan unit-unit militer ke zona penyangga di sepanjang Dataran Tinggi Golan yang memisahkan Suriah dan Israel. Wilayah ini telah menjadi zona demiliterisasi yang ditetapkan secara resmi sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi oleh PBB tahun 1974.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh militer Israel pada Minggu lalu, mereka mengonfirmasi penempatan pasukan "di zona penyangga dan sejumlah wilayah penting lainnya untuk memastikan keamanan komunitas di Dataran Tinggi Golan dan warga Israel." Faktanya, ini bukan pertama kalinya Israel melanggar batas yang ditetapkan dalam Perjanjian Pemisahan Pasukan yang dikenal dengan nama "UNDOF".
Pada November lalu, kantor berita Associated Press mengungkap melalui pemeriksaan citra satelit bahwa Israel telah mengerjakan proyek pembangunan jalan baru di sepanjang perbatasan dengan Suriah sejak Juli lalu. Dalam proses pembangunannya, Israel beberapa kali melanggar zona penyangga.
Dalam insiden lain yang terjadi sebelumnya, tepatnya pada 15 September, pasukan Israel yang didampingi tank dan buldoser menerobos sejauh 200 meter ke dalam wilayah Suriah, melewati garis pemisah di sekitar kota Jbata al-Khashab di wilayah Quneitra. Sebelumnya, pada tahun 2022, Israel juga memperluas kehadirannya ke arah timur, melampaui garis UNDOF, dan membangun jalan yang diberi nama "Sufa 53," yang menembus wilayah Suriah hingga kedalaman dua kilometer. Selama penetrasi tersebut, pasukan pendudukan Israel bahkan menangkap warga Suriah dari wilayah yang seharusnya berada di bawah kendali rezim Suriah.
Namun, kali ini berbeda jauh dari sebelumnya, tidak hanya karena bertepatan dengan keluarnya keluarga Assad dari kekuasaan di Suriah, tetapi juga karena besarnya dan meluasnya invasi darat dan serangan udara Israel, bahkan serangan laut. Di udara, angkatan udara Israel melakukan serangan dengan lebih dari 350 pesawat di dalam wilayah Suriah, yang mencakup pangkalan militer, pesawat tempur, sistem rudal, sistem pertahanan udara, lokasi produksi, gudang senjata, dan penyimpanan senjata kimia dalam operasi yang digambarkan sebagai yang terbesar dalam sejarah angkatan udara Israel. Serangan ini mengakibatkan penghancuran 70-80% dari kemampuan militer Suriah menurut perkiraan resmi Israel. Bahkan armada laut Rusia tidak luput dari serangan menggunakan rudal dari angkatan laut Israel.