Lihat ke Halaman Asli

Mohammad Tahir Rizqi

Seorang pengajar, sangat menyukai dunia anak

Membahagiakan Ibu adalah Kunci Kesuksesan Aba Syafi

Diperbarui: 13 November 2022   17:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jika saja waktu itu Aba Syafi tidak menegakkan janjinya untuk sekolah setinggi-tingginya, tidak memegang teguh komitmen pada dirinya untuk belajar sekeras-kerasnya, tidak mematri tekatnya sekuat pondasi menara pizza, untuk memuliakan harkat dan martabat ibunya.

Mungkin saat ini Aba Syafi sedang menyeka keringat yang keluar dari kulit kusamnya, karena terkena paparan terik matahari di pertigaan Tangkel, menunggu datangnya penumpang yang hanya sekedar ingin minta di antarkan ke Pasar Patemmon, yang ongkosnya tidak lebih dari empat ribu. Dengan mobil L300 yang dempul catnya mulai mengelupas, body mobilnya yang sudah banyak keropos dan berlubang, yang apabila ingin menutup pintunya harus menggunakan tenaga super agar bisa benar-benar tertutup dengan rapat.

Atau mungkin saja beliau sedang kehujanan. Sengaja tidak berteduh, meskipun kedinginan. Bahkan ketika petir menyambarpun tidak beliau hiraukan, demi mengejar target setoran dari hasil membajak sawah milik para juragan. Sayang sekali traktornya bukan milik beliau sendiri, beliau hanya tukang mengoperasikan traktor sawah yang upahnya hanya mendapatkan 40% dari total pembayaran, 60%nya mutlak punya juragan traktor. Dimana ketika hujan, juragannya sedang makan gorengan ditemani secangkir kopi dan rokok, atau paling tidak sedang ngorok dikamar berselimut dan bergulingkan istrinya.

Atau beliau saat ini sedang merantau di negeri Jiran. Sedang membalut luka di pangkal kuku ibu jarinya karena terkena hantaman palu yang keras sekali, hingga membuat kukunya mengelupas, mengalirkan darah segar yang tak henti. Karena kurang berhati-hati dalam memaku papan yang akan di jadikan dasar pengecoran loteng, di sebuah rumah milik seorang Datuk kaya raya di pinggir Kota Selangor di Malaysia.

Kemungkinan-kemungkinan buruk itu bisa saja terjadi jika beliau mengabaikan, dan acuh terhadap kebahagiaan ibu tercintanya, Ibu Mardiyah.

Titik awal perjalanan hidup beliau yang sangat luar biasa, hingga bisa mengantarkan beliau menjadi seorang tokoh besar di Madura, khususnya di Bangkalan seperti sekarang ini. Berawal ketika beliau merasa kebingungan karena setiap hari sering beliau temui orang-orang yang silih berganti datang kerumah, mencari ibunya.

Yang membuat beliau semakin heran dan kebingungan adalah ketika orang-orang itu datang seringkali memarahi ibu beliau, bahkan tidak jarang umpatan dan makian keluar dari para tamu-tamu tak di undang itu. Maka tidak jarang untuk menghindari tamu-tamu itu ibu beliau seringkali memilih bersembunyi dibawah tempat tidurnya.

Aba Syafi kecil tidak tahu apa yang harus dilakukan, tapi yang jelas beliau tidak ridho dan tidak terima ibundanya diperlukan seperti itu. Sesekali hati kecilnya bertanya-tanya "Apa salah ibu, sehingga mereka tega marah-marah dan memaki-makinya?" Pertanyaan-pertanyaan itulah yang selalu terbesit di hatinya, yang pada akhirnya, jawaban dari pertanyaan itulah yang nantinya akan merubah alur cerita kehidupan Aba Syafi, hingga beliau menjadi seperti saat ini.

Seiring berjalannya waktu, dan bertambahnya usia beliau, akhirnya beliau bisa mengerti dan faham, maksud kedatangan tamu-tamu itu.

Yah, ternyata mereka adalah kumpulan rentenir yang sengaja datang tak mengenal waktu hanya untuk menagih hutang kepada ibunya.

Di usia empat tahun, Aba Syafi harus kehilangan sosok seorang ayah yang harus lebih dulu menghadap sang Maha Kuasa. Jadi, tulang punggung keluarga waktu itu otomatis berpindah tangan menjadi hak sepenuhnya milik ibu Aba Syafi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline