Lihat ke Halaman Asli

Memaknai Perayaan Tahun Baru Versi Mahasiswi UIN

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tak terasa akhirnya kita telah tiba di penghujung bulan Desember, seperti Desember-Desember sebelumnya, hiruk pikuk penyambutan tahun baru oleh masyarakat seluruh dunia telah dirancang bahkan dengan semeriah mungkin. Orang-orang pun mempersiapkan diri, berdandan, memilih-milih baju, mengisi bensin, mengisi pulsa, dan lain-lain untuk persiapan penyambutan malam pergantian tahun, malam nanti. Semua orang seakan sibuk ingin merayakan malam tahun baru, bahkan mungkin sampai berkawan kegalauan buat mereka yang tak punya agenda di malam tahun baru. Saya agak heran, apakah diharuskan dan diwajibkan menyambut malam pergantian tahun dengan hiruk pikuk kemeriahan dan kegemerlapan malam? Itu semua tergantung setiap individu menyikapinya. Semua orang berhak menyambut malam pergantian tahun dengan caranya sendiri, semua orang pun berhak mengantusiasikan dirinya untuk menyambut tahun baru, selama itu tidak mengganggu dan merugikan orang lain disekitarnya.

Semua serba meriah. Dari mulai pesta kembang api, atraksi-atraksi yang sangat meriah, pergelaran seni yang amat menyenangkan, dan lain-lain. Ya, semuanya serba meriah, mall-mall dan pusat perbelanjaan pun menggilakan harga dengan menggelar diskon besar-besaran, begitu pun dengan tempat wisata dan tempat rekreasi yang mengadakan acara yang ramai agar dapat menarik para pengunjung untuk ikut merayakan tahun baru di tempat itu. Pun tak kalah dengan hotel-hotel baik yang berbintang atau tidak, mereka seolah berlomba-lomba untuk menghadirkan penyanyi-penyanyi dan artis-artis papan atas untuk mengisi acara agar bisa menarik datangnya penonton, dan ikut serta meramaikan malam pergantian tahun.

Tapi, sebelum kita merayakan tahun baru dengan cara apapun, apakah sebenarnya kita tahu makna dari Tahun Baru itu sendiri ?

Menurut Bapak Bobby Hariyanto seorang Kristolog dari Bengkulu banyak yang menilai bahwa merayakan tahun baru itu sah-sah saja, mengingat seluruh dunia pun merayakannya dan memang sudah menjadi adat disetiap tahunnya. Bapak Bobby pun memaparkan makna Tahun Baru menurut San Benito, bahwa selain merupakan rentetan epitani, konsep tahun baru sebenarnya diadopsi dari Kritianitas “tahun kelahiran kembali jiwa baru” inqusisi Kathollik bagi muslim yang “dipaksa” murtad dari Islam di era Andalusia, mereka di baptis dan dikenakan topi kerucut untuk membedakan jiwa baru dan jiwa lama dalam jemaat. Topi Kerucut San Benito itu dilestarikan dengan kebahagiaan dalam Perayaan Tahun Baru.

Beda hal nya dengan pemaknaan Tahun Baru menurut salah satu mahasiswi baru Fakultas Tarbiyah, ia memaknai tahun baru dengan cara perenungan.

Tahun baru itu hari dimana kita harus merenungi atas perbuatan kita selama setahun sebelumnya, juga sebagai upaya untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagii di tahun yang akan datang.Menurut saya,Tahun baru itu tidak harus dirayakan seperti apa yang dilakukan kebanyakan orang, Sebaiknya dijadikan sebagai wadah untuk intropeksi diri atas apa yang dilakukan sebelumnya. Ya, menyambut tahun baru nya cukup dengan direnungi saja. Hohoho” ujarnya malu-malu

Jika ia memaknainya dengan perenungan, maka sama hal nya dengan mahasiswi Dakwah semester 3 yang memaknai Tahun Baru dengan Tafakur.

Malam tahun baru itu adalah proses mentafakuri perjalanan hidup kita di tahun ini, apakah tahun ini kita lebih baik atau malah lebih buruk dari tahun yang sebelumnya. Cara mentafakurinya pun tidak harus dengan kesuka-riaan yang meriah, cukup dengan dzikir satu jam saja. Karena katanya dzikir satu jam itu lebih baik dari ibadah satu tahun. Kita juga sebagai generasi muda muslim sebaiknya jangan terlalu berantusias merayakan tahun baru dengan kesuka-riaan yang meriah selama semalaman suntuk. Toh, ini tahun baru Masehi. Iya memang sah-sah saja merayakan tahun baru masehi, malah tahun baru masehi ini banyak dirayakan oleh kaum-kaum muda, mayoritas yang merayakan tahun baru masehi dengan kemeriahan yang gemerlap ini kaum-kaum muda generasi bangsa, berbeda dengan memaknai tahun baru Hijriyah yang kebanyakan kaum-kaum muda menjadi minoritas” tegasnya dengan mantap.

Seperti apapun perayaan tahun baru anda, selama itu bermanfaat dan tidak banyak mengganggu ketertiban lalu lintas silahkan-silahkan saja. Bagaimana pun anda merayakannya, dengan siapapun anda merayakannya, dengan cara apapun anda merayakannya, itu sudah menjadi hak anda sendiri. Tetapi, jangan lupa juga untuk bersyukur kepada sang Khaliq yang masih mempercayai kita untuk masih bisa menikmati indahnya perayaan pergantian tahun.

Selamat Tahun Baru. Selamat merancang pengharapan-pengharapan dan tekad baru. Semoga selalu berkah dan penuh manfaat. Semoga bisa menjadi jauh lebih baik lagi. Dan semoga kita bisa merasakan Tahun baru selanjut, selanjut, dan selanjutnya.

Aamiin..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline