Lihat ke Halaman Asli

Hati-hati, Namamu Disangka Teroris

Diperbarui: 25 Juli 2015   13:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

“Silakan ikut kami,” perintah seorang petugas imigrasi dengan suara tegas. Saya hanya mengikuti mereka dari belakang. Baru beberapa menit sampai di bandara, saya harus menghadapi perlakukan tidak ramah dari petugas; digiring seperti “tersangka kejahatan” menuju ruangan khusus, menjadi sorotan penumpang lain, dengan alasan yang belum saya pahami sama sekali.

Ketika tiba dan diperiksa petugas Bandara Internasional Hong Kong beberapa menit yang lalu, saya memang agak lama diperiksa paspornya dibanding penumpang lain. Petugas membolak-balikkan paspor, melihat cap-cap imigrasi negara lain di paspor saya sambil bertanya tujuan dan akan tinggal di mana nantinya. Dengan sorot mata curiga, tiba-tiba dia memanggil beberapa petugas yang tengah siaga berdiri di pojok. Saya akhirnya dibawa ke ruangan itu, bersama Mba Pris, rekan saya dari Jakarta. 

Baru pertama kali ke negeri ini kok begini ya. Pikir saya dalam hati. Mba Pris juga tak mampu berbuat banyak meski dia sudah berusaha menjelaskan tujuan kami bertandang ke Hong Kong demi menghadiri suatu konferensi. Saat diinterogasi, ketahuanlah bahwa nama saya ternyata mirip dengan nama seseorang yang masuk dalam daftar pantauan petugas imigrasi Hong Kong, mungkin disangka teroris.

Di dalam ruangan, saya diberondong beberapa pertanyaan. “Anda mau ke mana, tinggal di mana? “Anda dari Singapura untuk tujuan apa?” Belum puas dengan jawaban saya, kembali dia bertanya, apakah kenal dengan seseorang yang namanya sama dengan saya, orang tersebut dari Pakistan. Saya katakan tidak kenal.

Selain nama Arab, wajah saya memang setengah Arab, setengah Flores. Tapi saya bukan teroris. Teroris adalah orang yang memakai kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik. Dalam USA Patriot Act, kitab teroris Amerika Serikat (AS), penekanan kekerasaan bisa dengan mengancam, mengintimidasi, menculik, membunuh, atau menentang kebijakan pemerintah. Lah, saya ini apa?

Menuduh gampang dilakukan oleh orang-orang yang punya kuasa, apalagi didasari stereotip atau prasangka subjektif dan tidak tepat. Dalam kasus ini, strereotip akan Islam dan terorisme. Kesan pertama, mereka melihat fisik, mulai nama, perawakan, kontur wajah, barang bawaan termasuk dokumen, hingga gerak-gerik mencurigakan. Belum lagi kalau paspor berisi cap imigrasi dari negara-negara yang disinggahi dalam waktu singkat, bisa juga jadi alasan.

Kejadian lima tahun yang lalu itu menjadi bukti bahwa prasangka buruk atas orang Indonesia yang Islam belum hilang. Alasannya klise: keamanan nasional. Nah berselang sekitar tiga tahun dari peristiwa tadi, saya kembali menyambangi Hong Kong, kali ini dari Shenzen, China. Dan lagi-lagi saya disangka teroris. Jika yang pertama saya dibantu pengundang, kali ini agak sulit karena saya hanya bersama salah satu wartawan dari Surabaya. Alasan interogasi masih sama, nama dan wajah saya mirip seseorang yang masuk daftar pantauan.

Tapi teman saya ini beda lagi, dia diinterogasi karena petugas bingung dengan tempat lahirnya yang tercatat di paspor: Trenggalek. “Di mana itu? Kata si pemeriksa setelah kami berdua digiring ke ruangan khusus. Si teman juga bingung menjelaskan wilayah kabupaten di Jawa Timur itu. “Kalau Ponorogo saya tahu, coba tunjukkan di mana itu [Trenggalek],” perintah si petugas.

Duh sampai dua kali disangka teroris. Saya akhirnya membuka situs Interpol dan mengecek wanted persons. Bukan saya merasa sok penting, tapi ingin tahu saja, jangan-jangan namanya masuk radar. Setelah mengecek, ternyata nama “Tahir” atau “Taher buanyak yang jadi wanted alias dicari polisi internasional dengan kasus variatif. Ada Tahir Mehmood, 42 tahun, orang Pakistan, diburu Interpol karena merampok. Lalu Tahir Shah, 51 tahun, dari Nepal, kasusnya konspirasi pembunuhan. Selain itu Tahir Nazir, 57 tahun, orang Pakistan, dikejar karena kasus pemerasan, kemudian Tahir Zarlykovich, 57 tahun, orang Kirgizstan, diuber lantaran kasus perdagangan manusia dan pembunuhan. Nama “Muhammad” lebih banyak lagi menjadi buruan Interpol.

**

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline