Lihat ke Halaman Asli

Bidadari Tanpa Sayap

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bidadari Tanpa Sayap

Wahahmu hadir dalam mimpi tidur ku

Menyiratkan sejuta makna tentang keindahan

Aku untukmu dan kau untukku

Bidadari tanpa sayapku

Seperti keindahan sayap kupu-kupu

Terbang  tinggi bersama menuju  dunia tanpa ilusi

Aku sadar Ini  bukan sekedar imaginasi,

Hanya kau yang ada dihati

Kupersembahkan untukmu janji setia

Hari ini, esok dan selamanya

*****

Hari beranjak sore, nuril  mulai bersiap . malam ini dia sudah berjanji untuk menjemput jamilah  pergi  ke pasar malam yang ada dilapangan sepak bola desa jati. Selesai sholat margib nuril pun berangkat ke rumah jamilah dan meminta izin kepada orang tua nya.

Jamilah, Cantik sekali kau malam ini. Sungguh keindahan yang tak kan pernah tergambar oleh apapun. kerudung hijau yang membalut di kepala mu semakin membuat siapapun yang melihat akan jatuh hati padamu, bersyukur aku lebih dulu menjadi kekasihmu.’’ Pikir nuril

Abang ramai sekali pasar malam nya ya.” Tanya Jamilah mengagetkan lamunan nuril

iya dek, jarang sekali kampung kita seperti ini ramainya.” Jawab nuril

“dek.”

Iya bang

“Mungkin malam ini, malam terkahir kita bertemu. Abang akan pergi jauh untuk merantau menuntut ilmu dan mencari modal untuk kita bersama nanti dek.’’ Serasa sakit sekali nuril mengucapkan kata-kata itu

Maksud abang apa, abang mau meninggalkan aku .’’

Abang tak bermaksud meninggalkan dirimu, keadaan lah yang membuat abang harus pergi

Tapi abang berjanji tak akan meninggalkan aku

dek… kepergian abang bukanlah untuk meninggalkan mu selamanya. Kepergian abang untuk menuntut ilmu dan mencari modal untuk kita berkeluarga nanti, abang hanya minta satu padamu jagalah kesetiaan abang seperti abang menjaga kesetiaan dan kehormatan mu. Kan abang jaga selalu kasih dan cinta ini sampai nanti abang kembali dan meminangmu.” Tak kuasa nuril pun meneteskan air mata ketika berbicara kepada jamilah

Jamilah menganggukan kepala, berat rasanya mengizinkan nuril untuk pergi, entah apa yang harus dia katakan. Dia hanya ingin menghabiskan sisa waktu hidupnya bersama nuril, tapi tak kuasa bibirnya untuk mengungkapkan segala gundah dan kata, sekarang hanya kesetiaan yang akan menjaga seberapa kuat dan lama mampu untuk menunggu kedatangan nuril kembali.

Malam semakin larut suasana semakin dingin dan air mata dua anak manusia ini pun semakin menandakan bahwa sebenarnya perpisahan bukanlah hal yang mereka harapkan, tak sanggup rasanya berdiri untuk kembali kerumah. Ingin rasanya mereka menghabiskan waktu berdua saja malam ini.

Sampai dirumah. Jamilah langsung merebahkan diri, lemas seluruh tubuhnya.  Selama ini jamilah menyimpan rahasia yang tidak pernah diceritakan nya pada nuril bahkan kepada orang tunya sekalipun. Jamilah sadar penyakitnya hanya akan membuat orang yang dicintainya akan selalu memikirkan dia, apalagi kekasih hati yang amat dia sayangi. Jamilah paham betul cita-cita nuril untuk menjadi ahli agama dan harapan untuk segera meminangnya.

Akankah waktu akan mempertemukan mereka kembali mungkinkah saat nuril kembali dirinya masih dapat menjaga cinta yang nuril harapkan dapatkah dirinya menjaga sisa hidupnya dan bertahan dengan penyakit yang setiap hari menggerogoti tubuhnya. Pikiran nya mulai menerawang jauh, sejauh bintang yang sulit untuk digapai namun sangat dekat ketika dibayangkan.

*********************************************************************

Empat tahun telah berlalu, empat tahun sudah nuril pergi meninggalkan desa dan juga jamilah untuk menuntut ilmu di negeri sebrang, masih teringat dibayangan nuril ketika dirinya akan pergi  tangisan jamilah mengantarkannya ke pelabuhan penyebrangan antar kampung.

apakah kita akan berjumpa lagi bang” tanya jamilah sembari terisak

“abang pergi tak akan lama dik, abang harap adik tetap menjaga cinta dan kasih sayang adik untuk abang, tunggu abang kembali” nuril mencoba menenangkan jamilah

Ingin rasanya jamilah memeluk erat tubuh nuril, namun dia tahu betul bagaimana menempatkan diri, sebagai wanita desa yang di didik tata karma dan juga ilmu agama dia tidak akan pernah melakukan itu.

ambillah jilbab adik bang, semoga dengan jilbab ini abang selalu mengingat bahwa ada orang yang selalu menunggu abang di di pelabuhan ini, adik akan selalu setia menunggu abang sampai kembali walaupun tuhan mengambil nyawa adik”

Berat bagi nuril untuk meninggalkan jamilah namun dirinya harus tetap melakukan itu demi cita-citanya selama ini.

Jauh sudah kapal meninggalkan pelabuhan namun jamilah tetap berdiri mematung sembari terisak merenungkan apa yang akan terjadi di hari-hari selanjutnya tanpa kehadiran nuril, tak terasa darah di hidung nya sudah mengalir sangat banyak, kepalanya berat begitu pusing rasanya, matanya semakin menerawang jauh sejauh kapal yang dinaiki oleh nuril dan mulai hilang dari pandangan mata tanpa terasa dia telah terjatuh ke tanah.

Suara tangisan ramai terdengar, ada yang berteriak memanggil-manggil nama jamilah, bendera kuning terpasang di depan rumah, masyarakat dan keluarga silih berganti memberikan rasa belasungkawanya. sampai disini akhir panantiannya, penyakit yang dideritanya ternyata lebih kuat dari rasa cinta nya terhadap nuril. Tidak ada satupun yang tahu akan penyakitnya. hanya dia, diari dan tuhan lah yang tahu, seberapa besar dia mencintai kekasihnya dan tetap setia menunggu sampai akhir hayatnya.

Nuril masih berdiri matanya tertuju hampir ke setiap penjuru seakan ada yang dicari, empat tahun tidak pernah kembali telah banyak yang berubah dari kampung yang menyimpan sejuta kenangan untuknya tersebut.

dimanakah jamilah, apakah dia tidak menjemputku. Bukankah aku selalu mengirim surat untuknya” bathin nuril

Kakinya terus melangkah jauh, hatinya terlalu senang. Tidak pernah dia sebahagia sekarang, hari-hari dimana dirinya akan bertemu jamilah dan segera meminangnya pun akan segera tercapai. Tujuan nya hanya satu dirinya hanya ingin segera bertemu jamilah karena tidak ada lagi selain jamilah yang dia miliki dikampung tempat dia dibesarkan, orang tuanya pun sudah lama pergi ke sang pencipta.

Rumah jamilah telah terlihat didepan mata, tidak ada tanda-tanda bahwa jamilah ada dirumah, rumah tersebut terlihat sepi dan tidak berpenghuni. Nuril memberanikan diri masuk kepekarangan rumah dan mengetuk pintu.

Assalamualakum” Nuril memberi salam

Lama nuril menunggu sembari terus mengetuk pintu dan memberi salam

Kemudian muncul suara dari dalam, suara perempuan dengan sangat berat

Waallaikumsalam

Berlahan pintu dibuka, dan perempuan itu sedikit kaget ketika melihat sosok yang ada didepannya, sosok yang sudah 4 tahun tidak pernah terlihat, sosok yang selama ini dicintai oleh anaknya, sosok yang selalu ditunggu oleh anaknya.

ohh…. Nak Nuril, mari silahkan masuk nak” ucap ibu jamilah

Baik bu

Silahkan duduk nak, ibu buatkan minuman dulu” ibu jamilah terus berlalu ke dapur

Nuril bingung, mengapa rumah ini begitu sepi, kemanakah jamilah mengapa tidak kelihatan. Ada yang bermai-main dipikiran nuril beribu banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan, tiba-tiba dia dikagetkan oleh ibu jamilah.

“silahkan diminum nak, sudah lama sekali ya kamu tidak pulang kekampung jati, bagaimana kabarmu” ibu jamilah bertanya

“Alhamdulillah bu, nuril sehat. Bagaimana kabar ibu dan keluarga” nuril kembali bertanya

begitu banyak cerita nak, setelah kepergianmu merantau ke negeri seberang bapak sakit-sakitan dan akhirnya ibu sendiri sekarang” ibu jamilah bercerita dan mulai meneteskan air matanya.

“lalu jamilah, tidakkah dia menemani ibu” nuril kembali bertanya

Ibu jamilah tidak segera menjawab, mata nya menerawang jauh seakan ada kesedihan yang terulang kembali, mulailah ibu jamilah bercerita tentang meninggalnya jamilah sampai kepergian suaminya ke sang pencipta. Nuril hanya mampu mendengarkan cerita dari ibu jamilah, tubuhnya seakan berat untuk berdiri, hanya dosa dan kesalahan nya terhadap jamilah yang dia ingat, begitu bersalahnya dia. mengapa tuhan, mengapa diakhir hidup kekasihku aku tidak ada disampingnya, tidak menemaninya dikala sakit dan saat menghadapmu. Tidak satu patah katapun yang keluar dari mulut nuril, bathinnya tercabik, tubuhnya lemas.

Segera dia berpamitan ke ibu jamilah untuk segera ke makam nya jamilah, tidak ada lagi yang dia harapkan selain melampiaskan kerinduannya terhadap jamilah meski kini jamilah sudah tidak ada dunia lagi namun cinta nya terhadap jamilah tidak akan pernah mati. Wanita yang selalu menjaga kesetiaannya untuk nurin, wanita yang selalu menjaga martabat dan kehormatan keluarganya, wanita yang selalalu menjaga keimanan nya kini telah pergi untuk selama-lamanya.

Sesampainya dimakan jamilah nuril tak sanggup lagi menyimpan kesedihannya. Dia terduduk dan menangis sekencang-kencang nya seakan dia menyesali semua yang telah terjadi. Kini hanya gundukan kecil yang ada dihadapannya tidak ada lagi canda dan gurau, tidak ada lagi mimpi-mimpi yang selalu mereka bayangkan, semuanya kini hanya tinggalah kenangan.

Akan selalu kukenang kebersamaan kita

Akan selalu kukenang janji-janji manis kita

Biarkanlah cinta ini selalu kujaga

Untuk  sekarang dan selamanya

Terimakasih cinta

Kaulah bidadari tanpa sayap

Tidak ada yang lebih indah selain dirimu

Cinta dan sayang ini takkan mati ditelan waktu

Sampai saat aku datang menjemputmu




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline