Lihat ke Halaman Asli

Nuros TegarNaga

Mahasiswa deadliner

Perebutan Ruang Kota di Bandar Lampung

Diperbarui: 11 Mei 2021   09:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kota merupakan suatu ruang yang menjadi pusat pemukiman dan kegiatan dari masyarakat yang memiliki batasan wilayah administrasi. Karena menjadi pusat dari kegiatan masyarakat terutama ekonomi, maka hal tersebut menjadi daya tarik untuk masyarakat tinggal di sana. Selain itu di kota juga membutuhkan sumber daya manusia yang banyak sehingga mau tidak mau pada akhirnya akan terjadi pemindahan pekerja dari desa ke kota untuk akses yang lebih mudah.

Daya tarik ini yang kemudian menjadi faktor yang menyebabkan jumlah penduduk di dalam suatu kota menjadi meningkat dan bahkan meledak. Dari akibat meledaknya jumlah penduduk tadi menimbulkan masalah baru lagi yaitu lahan yang menyempit. Baik itu digunakan sebagai tempat untuk membangun fasilitas ataupun untuk pemukiman. Itu sebabnya di dalam kota penduduknya adalah yang bekerja di luar bidang agraris, karena tidak adanya lahan.

Penduduk yang berhasil memiliki tempat tinggal yang layak pun kebanyakan adalah masyarakat mampu yang memiliki mata pencaharian di bidang formal, sementara sisanya "dipukul mundur" menuju sembarang lahan yang  lebih sering tidak layak huni.

Sumatera merupakan kawasan makro paling terurbanisasi kedua setelah Jawa. Namun jumlah penduduk keseluruhan hanya sekitar 40% dari jumlah penduduk yang ada di Jawa. Di Sumatera pun sama dengan Jawa memiliki kota-kota besar di dalamya, salah satunya adalah Kota Bandar Lampung yang berada di selatan Pulau Sumatera tepatnya di Provinsi Lampung. Dengan penduduk yang tidak sepadat kota-kota di Jawa, bukan Berarti Bandar Lampung tidak merasakan ledakan penduduk.

Bandar Lampung terdiri dari 20 kecamatan dan 126 kelurahan dengan pertumbuhan penduduk yang cukup pesat berada di angka 1,1% per tahun. Pertumbuhan penduduk yang pesat tersebut berbanding terbalik dengan tersedianya lahan pemukiman. Karena lahan yang menjadi langka sedangkan permintaannya tinggi maka kemudian harganya menjadi naik. Seperti dikatakan di atas yang memiliki kemampuan di bidang ekonomi maka akan mendapatkan lahan layak. Bagi yang tidak mampu maka harus mencari cara untuk tetap mendapatkan tempat tinggal.

Dengan lahan yang menyempit digunakan sebagai pemukiman dan pembangunan fasilitas ini kemudian menyisakan lahan-lahan kecil yang tidak layak untuk dihuni dan ilegal untuk ditinggali. Sisa-sisa lahan tersebut contohnya yang berada di bantaran sungai dan juga di pinggir jalur rel kereta api. Namun karena desakan untuk memiliki tempat tinggal sedangkan mahalnya harga yang harus dibayar, maka kelayakan tidak lagi menjadi pertimbangan. Para pemukim terpaksa harus menggunakan lahan sisa tersebut. Mereka terpaksa membangun dengan bahan seadanya demi sekadar memiliki tempat untuk bernaung.

Di kota Bandar Lampung fenomena tersebut dapat kita lihat di beberapa kelurahan, seperti kelurahan Panjang Utara terdapat beberapa rumah-rumah semi permanen yang berdampingan dengan perlintasan rel kereta api. Kondisi ini seiring waktu memiliki masalah sendiri seperti sulitnya sanitasi dan kurangnya kebersihan di sekitar. Selain itu hal ini tentunya membahayakan bagi masyarakat sendiri. Sewaktu-waktu bisa terjadi kecelakaan yang melibatkan kereta api.

Selain kelurahan Panjang, slum area lainnya terdapat di kelurahan Kaliawi yang berada di bantaran sungai. Kondisi fisik bangunan yang non permanen dan bertumpuk, serta berhadapan sangat dekat antara satu dan lainnya  menjadikan daerah Kaliawi kurang layak huni. Sampai 2019 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah mencatat masih ada sekitar 18 kelurahan di kota Bandar Lampung yang masih menjadi Daerah kumuh.

Dengan contoh fenomena di atas dapat kita lihat bahwasannya di dalam sebuah kota terjadi perebutan ruang antar kelompok masyarakat. Contoh di atas adalah contoh perebutan kota antara yang mampu dan tidak mampu. Yang mampu kemudian mendapatkan tempat yang baik dan diinginkan karena dapat membayar harga yang ditawarkan, sedangkan yang tidak mampu harus terpaksa menggunanakan "sisa" lahan yang ada meskipun hal tersebut tidak legal dan dinilai kurang layak.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline